LAPORAN HASIL OBSERVASI
ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS



 

PENYUSUN :
ENDRA TRI PRASETYA
ANGGER WILLDANI O.H
KONI RIANTI
YUNI NURKHAYATI
NIKEN LARASATI



PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
UNIVERSITAS DOKTOR NUGROHO MAGETAN
2015

KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, segala puji hanya bagiNya. Semoga sholawat beserta salam senantiasa tercurahkan kepada junjungan kita, nabi besar Muhammad SAW beserta keluarga dan para sahabatnya, dan juga kepada para pengikutnya yang setia hingga akhir zaman.
Puji  syukur Alhamdulilah kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan segala rahmat,hidayah,inayah-Nya. Sehingga penulisan laporan observasi ini dapat diselesaikan dengan baik dan lancar.
Laporan dengan judul “Laporan Observasi Anak Berkebutuhan Khusus” sebagai tugas mata kuliah Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus. Dalam penulisan laporan ini kami bayak menerima bantuan bimbingan dan dorongan dari berbagai pihak.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan laporan observasi ini masih jauh dari sempurna, karena masih banyak kekurangan dan kesalahan.  Maka penulis menerima kritik dan saran yang bersifat membangun untuk meyempurnakan makalah ini.
Dengan laporan observasi ini, penulis mengharapkan semoga laporan ini dapat bermanfaat dan berguna bagi penulis serta pembaca pada umumnya.



Magetan, 13 Desember 2015


Tim Penyusun



BAB I
PENDAHULUAN
A.    LATAR BELAKANG
Anak dengan kebutuhan khusus adalah anak yang mengalami kalainan atau penyimpangan (fisik, mental-intelektual, social-emosional) dalam proses pertumbuhan dan perkembangannya dibandingkan dengan anak-anak lain seusianya sehingga mereka memerlukan pelayanan pendidikan khusus. Anak-anak berkebutuhan khusus, adalah anak-anak yang memiliki keunikan tersendiri dalam jenis dan karakteristiknya, yang membedakan mereka dari anak-anak normal pada umumnya.
Anak berkebutuhan khusus (Heward) adalah anak dengan karakteristik khusus yang berbeda dengan anak pada umumnya tanpa selalu menunjukan pada ketidakmampuan mental, emosi atau fisik. Yang termasuk kedalam ABK antara lain: tunanetra, tunarungu, tunagrahita, tunadaksa, tunalaras, kesulitan belajar, gangguan prilaku, anak berbakat, anak dengan gangguan kesehatan. istilah lain bagi anak berkebutuhan khusus adalah anak luar biasa dan anak cacat. Karena karakteristik dan hambatan yang dimilki, ABK memerlukan bentuk pelayanan pendidikan khusus yang disesuaikan dengan kemampuan dan potensi mereka, contohnya bagi tunanetra mereka memerlukan modifikasi teks bacaan menjadi tulisan Braille dan tunarungu berkomunikasi menggunakan bahasa isyarat.
Di Negara kita tidak sedikit anak berkebutuhan khusus yang perlu mendapat perhatian dari semua pihak. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Prof dr Sunartini, SpA (K), PhD yang berprofesi sebagai guru besar pada Fakultas Kedokteran Universitas Gajah Mada (UGM) Yogyakarta, diperkirakan antara 3-7% atau 5,5-10,5 juta anak usia dibawah usia 18 tahun menyandang ketunaan atau masuk kategori anak berkebutuhan khusus. Secara Global, tuturnya, diperkirakan ada 370 juta penyandang cacat atau sekitar 7% populasi dunia, kurang lenih 80 juta di antaranya membutuhkan rehabilitasi. Dari jumlah tersebut hanya 10% mempunyai akses pelayanan.
Melihat dari kenyataan yang ada dilapangan, dimana banyak anak-anak dilingkungan kita yang perlu mendapatkan pelayanan khusus dan ternyata mereka mmasih belum mendapatakannya sesuai dengan hak-hak mereka. Bagi kita calon Guru terutama sebagai guru pendidikan dasar perlu memahami hal-hal terkait dengan karakteristik anak berkebutuhan khusus, karena tidak semua anak yang akan dididik nantinya adalah anak normal, bisa saja ketika menjadi guru nanti mendapatkan peserta didik yang memiliki dissabilitas. Oleh karena itu, perlu diadakannya observasi langsung untuk melihat dan belajar langsung tentang anak-anak berkebutuhan khusus sebagai bekal dalam mengajar nantinya.

B.     RUMUSAN MASALAH
1.      Apa itu Tuna Daksa
2.      Apa penyebab kelainan dan karakteristik anak Tuna Daksa
3.      Apa saja Klasifikasi anak Tuna Daksa
4.      Bagaimana pendidikan anak Tuna Daksa

C.    TUJUAN
1.      Mengetahui pengertian Tuna Daksa
2.      Mengetahui penyebab dan karakteristik anak Tuna Daksa
3.      Mengetahui Klasifikasi anak Tuna Daksa
4.      Bagaimana pendidikan bagi anak Tuna Daksa

D.    MANFAAT
Hasil observasi ini diharapkan bermanfaat bagi:
1.      Guru
Diharapkan dengan adanya laporan ini guru dapat mengetahui salah satu ciri dari anak berkebutuhan khusus. Sehingga guru dapat memposisikan dan melakukan proses pembelajaran sesuai dengan kemampuan anak didiknya, serta mampu membantu orang tua/wali mengetahui keadaan peserta didiknya. Apabila terjadi permasalahan dengan peserta didik dapat dengan cepat mampu menangani permasalahan tersebut.
2.      Penulis
Dengan adanya observasi ini mahasiswa mampu mengenali lebih dekat anak berkebutuhan khusus. Mempelajari lebih dalam tentang cara mendidik dan menangani anak berkebutuhan khusus. Serta dapat memahami karakteristik masing-masing anak yang berkebutuhan khusus. Sehingga kelak dapat menambah pengetahuan ketika menjadi guru.



BAB II
LANDASAN TEORI

A.    PENGERTIAN PENGERTIAN TUNA DAKSA
Istilah yang sering digunakan untuk menyebut anak tunadaksa, seperti cacat fisik, tubuh atau cacat orthopedi. Dalam bahasa asingpun sering kali dijumpai istilah crippled, physically handicapped, physically disabled dan lain sebagainya. Keragaman istilah yang dikemukakan untuk menyebutkan tunadaksa tergantung dari kesenangan atau alasan tertentu dari para ahli yang bersangkutan. Meskipun istilah yang dikemukakan berbeda-beda, namun secara material pada dasarnya memiliki makna yang sama.
Tuna dakasa berasal dari kata “ Tuna “ yang berarti rugi, kurang dan “daksa“ berarti tubuh. Dalam banyak literitur cacat tubuh atau kerusakan tubuh tidak terlepas dari pembahasan tentang kesehatan sehingga sering dijumpai judul “Physical and Health Impairments“ (kerusakan atau gangguan fisik dan kesehatan). Hal ini disebabkan karena seringkali terdapat gangguan kesehatan. Sebagai contoh, otak adalah pusat kontrol seluruh tubuh manusia. Apabila ada sesuatu yang salah pada otak (luka atau infeksi), dapat mengakibatkan sesuatu pada fisik/tubuh, pada emosi atau terhadap fungsi-fungsi mental, luka yang terjadi pada bagian otak baik sebelum, pada saat, maupun sesudah kelahiran, menyebabkan retardasi dari mental (tunagrahita).

B.     PENYEBAB DAN KARAKTERISTIK ANAK TUNA DAKSA
1.      PENYEBAB TUNA DAKSA
Ada beberapa macam sebab yang dapat menimbulkan kerusakan pada anak hingga menjadi tunadaksa. Kerusakan tersebut ada yang terletak dijaringan otak, jaringan sumsum tulang belakang, pada sistem musculus skeletal. Adanya keragaman jenis tunadaksa dan masing-masing kerusakan timbulnya berbeda-beda. Dilihat dari saat terjadinya kerusakan otak dapat terjadi pada masa sebelum lahir, saat lahir, dan sesudah lahir.
a.    Sebab-sebab Sebelum Lahir (Fase Prenatal)
Pada fase, kerusakan terjadi pada saat bayi masih dalam kandungan, kerusakan disebabkan oleh:
1. Infeksi atau penyakit yang menyerang ketika ibu mengandung sehingga menyerang otak bayi yang sedang dikandungnya, misalnya infeksi, sypilis, rubela, dan typhus abdominolis.
2. Kelainan kandungan yang menyebabkan peredaran terganggu, tali pusat tertekan, sehingga merusak pembentukan syaraf-syaraf di dalam otak.
3. Bayi dalam kandungan terkena radiasi. Radiasi langsung mempengaruhi sistem syarat pusat sehingga struktur maupun fungsinya terganggu.
4. Ibu yang sedang mengandung mengalami trauma (kecelakaan) yang dapat mengakibatkan terganggunya pembentukan sistem syaraf pusat. Misalnya ibu jatuh dan perutnya membentur yang cukup keras dan secara kebetulan mengganggu kepala bayi maka dapat merusak sistem syaraf pusat.

b.    Sebab-sebab pada saat kelahiran (fase natal)
 Hal-hal yang dapat menimbulkan kerusakan otak bayi pada saat bayi dilahirkan antra lain:
1. Proses kelahiran yang terlalu lama karena tulang pinggang ibu kecil sehingga bayi mengalami kekurangan oksigen, kekurangan oksigen menyebabkan terganggunya sistem metabolisme dalam otak bayi, akibatnya jaringan syaraf pusat mengalami kerusakan.
2. Pemakaian alat bantu berupa tang ketika proses kelahiran yang mengalami kesulitan sehingga dapat merusak jaringan syaraf otak pada bayi.
3. Pemakaian anestasi yang melebihi ketentuan. Ibu yang melahirkan karena operasi dan menggunakan anestesi yang melebihi dosis dapat mempengaruhi sistem persyarafan otak bayi, sehingga otak mengalami kelainan struktur ataupun fungsinya.

c.   Sebab-sebab setelah Proses kelahiran (fase post natal)
Fase setelah kelahiran adalah masa mulai bayi dilahirkan sampai masa perkembangan otak dianggap selesai, yaitu pada usia 5 tahun.Hal-hal yang dapat menyebabkan kecacatan setelah bayi lahir adalah:1. Kecelakaan/trauma kepala, amputasi.2. Infeksi penyakit yang menyerang otak.3. Anoxia/hipoxia.

2.      KARAKTERISTIK ANAK TUNA DAKSA
Derajat keturunan akan mempengaruhi kemanpuan penyesuaian diri dengan lingkungan, kecenderungan untuk bersifat pasif. Demikianlah pada halnya dengan tingkah laku anak tunadaksa sangat dipengaruhi oleh jenis dan derajat keturunannya. Jenis kecacatan itu akan dapat menimbulkan perubahan tingkah laku sebagai kompensasi akan kekurangan atau kecacatan.
Ditinjau dari aspek psikologis, anak tunadaksa cenderung merasa malu, rendah diri dan sensitif, memisahkan diri dari llingkungan. Disamping karakteristik tersebut terdapat beberapa problema penyerta bagi anak tunadaksa antara lain:
· Kelainan perkembangan/intelektual
· Ganguan pendengaran.
· Gangguan penglihatan.
· Gangguan taktik dan kinestetik.
· Gangguan pesepsi
· Gangguan emosi.

C.    KLASIFIKASI ANAK TUNA DAKSA
Pada dasarnya kelainan pada anak tunadaksa dapat dikelompokkan menjadi dua bagian besar, yaitu (1) kelainan pada sistem serebral (Cerebral System), dan (2) kelainan pada sistem otot dan rangka (Musculus Skeletal System).
1. Kelainan pada sistem serebral (cerebral system disorders).
Penggolongan anak tunadaksa kedalam kelainan sistem serebral (cerebral) didasarkan pada letak penyebab kelahiran yang terletak didalam sistem syaraf pusat (otak dan sumsum tulang belakang). Kerusakan pada sistem syarap pusat mengakibatkan bentuk kelainan yang krusial, karena otak dan sumsum tulang belakang sumsum merupakan pusat komputer dari aktivitas hidup manusia. Di dalamnya terdapat pusat kesadaran, pusat ide, pusat kecerdasan, pusat motorik, pusat sensoris dan lain sebagainya. Kelompok kerusakan bagian otak ini disebut Cerebral Palsy (CL).Cerebral Palsy dapat diklasifikasikan menurut : (a) derajat kecacatan (b) topograpi anggota badan yang cacat dan (c) Sisiologi kelainan geraknya.

a. Penggolongan menurut derajat kecacatan
Menurut derajat kecacatan, cerebal palsy dapat digolongkan atas : golongan ringan, golongan sedang, dan golongan berat.
1. Golongan ringan adalah : mereka yang dapat berjalan tanpa menggunakan alat, berbicara tegas, dapat menolong dirinya sendiri dalam kehidupan sehari-hari. Mereka dapat hidup bersama-sama dengan anak normal lainnya, meskipun cacat tetapi tidak mengganggu kehidupan dan pendidikannya.
2. Golongan sedang : ialah mereka yang membutuhkan treatment/latihan khusus untuk bicara, berjalan, dan mengurus dirinya sendiri, golongan ini memerlukan alat-lat khusus untuk membantu gerakannya, seperti brace untuk membantu penyangga kaki, kruk/tongkat sebagai penopang dalam berjalan. Dengan pertolongan secara khusus, anak-anak kelompok ini diharapkan dapat mengurus dirinya sendiri.
3. Golongan berat : anak cerebral palsy golongan ini yang tetap membutuhkan perawatan dalam ambulasi, bicara, dan menolong dirinya sendiri, mereka tidak dapat hidup mandiri ditengah-tengah masyarakat.

b. Penggolongan Menurut Topografi
Dilihat dari topografi yaitu banyaknya anggota tubuh yang lumpuh, Cerebrol Palsy dapat digolongkan menjadi 6 (enam) golongan yaitu:
1. Monoplegia, hanya satu anggota gerak yang lumpuh misal kaki kiri sedang kaki kanan dan kedua tangannya normal.
2. Hemiplegia, lumpuh anggota gerak atas dan bawah pada sisi yang sama, misalnya tangan kanan dan kaki kanan, atau tangan kiri dan kaki kiri.
3. Paraplegia, lumpuh pada kedua tungkai kakinya.
4. Diplegia, lumpuh kedua tangan kanan dan kiri atau kedua kaki kanan dan kiri (paraplegia)
5. Triplegia, tiga anggota gerak mengalami kelumpuhan, misalnya tangan kanan dan kedua kakinya lumpuh, atau tangan kiri dan kedua kakinya lumpuh.
6. Quadriplegia, anak jenis ini mengalami kelumpuhan seluruhnya anggota geraknya. Mereka cacat pada kedua tangan dan kedua kakinya, quadriplegia disebutnya juga tetraplegia.

c. Penggolongan menurut Fisiologi, kelainan gerak dilihat dari segi letak kelainan di otak dan fungsi geraknya (motorik), anak Cerebral Palsy dibedakan atas:
1)      Spastik
Type Spastik ini ditandai dengan adanya gejala kekejangan atau kekakuan pada sebagian ataupun seluruh otot. Kekakuan itu timbul sewaktu akan digerakan sesuai dengan kehendak. Dalam keadaan ketergantungan emosional kekakuan atau kekejangan itu akan makin bertambah, sebaliknya dalam keadaan tenang, gejala itu menjadi berkurang. Pada umumnya, anak CP jenis spastik ini memiliki tingkat kecerdasan yang tidak terlalu rendah. Diantara mereka ada yang normal bahkan ada yang diatas normal.

2)      Athetoid
Pada tipe ini tidak terdapat kekejangan atau kekakuan. Otot-ototnya dapat digerakan dengan mudah. Ciri khas tipe ini terdapat pada sistem gerakan. Hampir semua gerakan terjadi diluar kontrol. Gerakan dimaksud adalah dengan tidak adanya kontrol dan koordinasi gerak.
3) Ataxia
Ciri khas tipe ini adalah seakan-akan kehilangan keseimbangan, kekakuan memang tidak tampak tetapi mengalami kekakuan pada waktu berdiri atau berjalan. Gangguan utama pada tipe ini terletak pada sistem koordinasi dan pusat keseimbangan pada otak. Akibatnya, anak tuna tipe ini mengalami gangguan dalam hal koordinasi ruang dan ukuran, sebagai contoh dalam kehidupan sehari-hari : pada saat makan mulut terkatup terlebih dahulu sebelum sendok berisi makanan sampai ujung mulut.
4) Tremor
Gejala yang tampak jelas pada tipe tremor adalah senantiasa dijumpai adanya gerakan-gerakan kecil dan terus menerus berlangsung sehingga tampak seperti bentuk getaran-getaran. Gerakan itu dapat terjadi pada kepala, mata, tangkai dan bibir.
5) Rigid
Pada tipe ini didapat kekakuan otot, tetapi tidak seperti pada tipe spastik, gerakannya tanpak tidak ada keluwesan, gerakan mekanik lebih tampak.
6) Tipe Campuran
Pada tipe ini seorang anak menunjukan dua jenis ataupun lebih gejala tuna CP sehingga akibatnya lebih berat bila dibandingkan dengan anak yang hanya memiliki satu jenis/tipe kecacatan.

2. Kelainan pada Sistem Otot dan Rangka (Musculus Scelatel System)
Penggolongan anak tunadaksa kedalam kelompok system otot dan rangka didasarkan pada letak penyebab kelainan anggota tubuh yang mengalami kelainan yaitu: kaki, tangan dan sendi, dan tulang belakang.
Jenis-jenis kelainan sistem otak dan rangka antara lain meliputi:
a. Poliomylitis : Penderita polio adalah mengalami kelumpuhan otot sehingga otot akan mengecil dan tenaganya melemah, peradangan akibat virus polio yang menyerang sumsum tulang belakang pada anak usia 2 (dua) tahun sampai 6 (enam) tahun.
b. Muscle Dystrophy : Anak mengalami kelumpuhan pada fungsi otot. Kelumpuhan pada penderita muscle dystrophy sifatnya progressif, semakin hari semakin parah. Kondisi kelumpuhannya bersifat simetris yaitu pada kedua tangan atau kedua kaki saja, atau kedua tangan dan kedua kakinya. Penyebab terjadinya muscle distrophy belum diketahui secara pasti.Tanda-tanda anak menderita muscle dystrophy baru kelihatan setelah anak berusia 3 (tiga) tahun melalui gejala yang tampak yaitu gerakan-gerakan anak lambat, semakin hari keadaannya semakin mundur jika berjalan sering terjatuh tanpa sebab terantuk benda, akhirnya anak tidak mampu berdiri dengan kedua kakinya dan harus duduk di atas kursi roda.
Macam-macam ketunadaksaan
1.      Club-foot atau Club-hand, yaitu kerusakan pada kaki atau tangan yang menyebabkan bentuk kaki atau tangan menyerupai tongkat.
2.      Polydastilism (jari banyak), yaitu jumlah jari tangan dan kaki lebih dari lima.
3.      Sydactylism, yaitu jari-jari tangan atau kaki saling menempel sehingga menyerupai selaput bebek.
4.      Torticolis, yaitu gangguan yang terjadi pada leher sehingga menyebabkan kepala terkulai ke depan.
5.      Spina-bifida, yaitu gangguan pada sumsum tulang belakang yang tidak tertutup.
6.      Cretinism, yaitu gangguan fisik yang menyebabkan tubuh kecil dan tidak dapat tumbuh dengan normal. Gangguan ini biasa disebut kerdil atau katai.
7.      Mycrocephalus, yaitu ukuran kepala jauh lebih kecil dari ukuran normal pada umumnya.
8.      Hydrocephalus, yaitu ukuran kepala yang besar dikarenakan kelebihan cairan pada kepala.
9.      Clefpalats, yaitu gangguan tidak adanya langit-langit mulut.
10.  Congenital hip dislocation, yaitu kelumpuuhan yang menyerang bagian paha.
11.  Congenital amputation, yaitu sebutan untuk bayi yang dilahirkan tanpa anggota tubuh tertentu.
12.  Coxa valga, yaitu gangguan yang terjadi pada sendi paha dan menyebabkan sendi paha membesar.
13.  Erb’s palsy, yaitu kerusakan pada saraf lengan akibat tertekan atau tertarik saat kelahiran.
14.  Fragilitas osium, yaitu gangguan pada tulang yang menyebabkan tulang rapuh dan mudah patah.
D.    PENDIDIKAN ANAK TUNADAKSA
Dalam dunia Pendidikan pada prinsipnya guru mempunyai peranan ganda. Disatu pihak, guru berfungsi sebagai pengajar, pendidik, dan pelatih bagi anak didik. Dipihak lain, guru berfungsi sebagai pengganti orang tua murid di sekolah. Dengan demikian secara tidak langsung mereka dituntut untuk menjadi manusia serba bisa dan serba biasa, lebih-lebih bila dihubungkan dengan kenyataan-kenyataan pada saat ini, yaitu bahwa orang tua dan masyarakat pada umumnya masih mempunyai anggapan yang keliru. Mereka berpendapat bahwa berhasil atau tidaknya pendidikan anak-anak mereka diserahkan sepenuhnya pada pihak sekolah, termasuk didalamnya para guru, tanpa ikut campur mereka.
Keadaan semacam ini lebih komplit lagi dalam dunia pendidikan luar biasa karena subjek didik yang dihadapi memiliki keterbatasan-keterbatasan tertentu, baik kemanpuan fisik, mental, emosi maupun dalam usaha penyesuaian diri dengan pihak luar atau lingkunagan sekitar. Oleh karena itu, tugas guru semakin berat yang dituntut keahlian serta keterampilan tertentu, baik dalam bidang metedologi yang bersifat khusus, maupun dalam bidang pelayanan terapi.
Pelayanan terapi yang diperlukan anak tunadaksa antara lain:
· Latihan wicara (speech Therapy)
· Fisioterapi
· Occupational therapy
· Hydro Therapy
Anak tunadaksa pada dasarnya sama dengan anak-anak normal lainnya. Kesamaan tersebut dapat dilihat dari fisik dan psiko-sosial. Dari segi fisik, mereka dapat makan, minum, dan kebutuhan yang tidak dapat ditunda dalam beberapa menit yaitu bernafas. Sedangkan dari aspek psiko-sosial, mereka memerlukan rasa aman dalam bermobilisasi, perlu afiliasi, butuh kasih sayang dari orang lain, diterima dan perlu pendidikan. Adapun unsur kesamaan kebutuhan antara anak tunadaksa dan anak normal, karena pada dasarnya mereka memiliki fitrah yang sama sebagai manusia.Pandangan yang melihat anak tunadaksa dan anak normal dari sudut kesamaan akan lebih banyak memberikan layanan optimal untuk mengembangkan potensi yang dimilikinya, ketimbang pandangan yang semata-mata mengekspos segi kekurangannya.
Tidak dapat dipungkiri bahwa orang sering melihat orang lain tentang kelemahannya, sehingga yang muncul adalah kritik atau cemoohan. Kiranya demikian, andaikata kita melihat anak tunadaksa semata-mata dari kecacatannya. Oleh karena itu, pandangan yang mendahulukan sifat positif pada anak tunadaksa perlu dimasyarakatkan supaya kesempatan perkembangan dirinya yang baik semakin lebar. Pendidikan yang juga merupakan kebutuhan anak tunadaksa perlu direncanakan dan dilaksanakan dengan mengacu pada kemampuan masing-masing anak tunasaksa. Melalui pendidikan yang dapat dipertanggungjawabkan. Anak-anak tunadaksa diharapkan memiliki masa depan yang tidak selalu bergantung pada orang tua dan masyarakat.
Model Peayanan Pendidikan
Sebagaimana diketahui, bahwa pendidikan bagi anak tidak selalu harus berlangsung disuatu lembaga pendidikan khusus, sebab sebagian dari mereka (anak tunadaksa) pendidikannya dapat berlangsung di sekolah dan kelas reguler/sekolah umum. Hal ini disebabkan oleh faktor kemampuan dan ketidakmampuan anak tunadaksa dan lingkungannya. Evelyn Deno, (1970) dan Ronald L Taylor, (1984) menjelaskan system layanan pendidikan bagi anak luar biasa (termasuk anak tunadaksa) yang bervariasi, mulai dari sistem pendidikan di kelas dan sekolah reguler/umum sampai pendidikan yang diberikan disuatu rumah sakit, bahkan sampai pada bentuk layanan yang tidak memiliki makna edukasi sama sekali, yakni layanan yang diberikan kepada anak-anak tunadaksa dalam perawatan medis dan bantuan pemenuhan kebutuhan sehari-hari.
Dari kenyataan di lapangan bahwa anak tunadaksa memiliki problema penyerta. Problema penyerta ini berbeda-beda antara seorang anak tunadaksa yang satu dengan anak tunadaksa yang lainnya, tergantung dari pada penyebab ketunaannya, berat ringannya ketunaannya. Atas dasar kondisi anak tunadaksa tersebut, maka model pelayanan pendidikannya dibagi pada “Sekolah Khusus” dan “Sekolah Terpadu/Inklusi”.
A.    Sekolah Khusus
Pelayanan pendidikan bagi anak tunadaksa di sekolah khusus ini diperuntukkan bagi anak yang mempunyai problema lebih berat, baik problema penyerta intelektualnya seperti retardasi mental maupun problema penyerta kesulitan lokomosi (gerakan) dan emosinya.
Di sekolah khusus ini pelayanan pendidikannya dibagi menjadi dua unit, yaitu unit sekolah khusus bagi anak tunadaksa ringan, dan unit sekolah khusus bagi anak tunadaksa sedang.
1.Sekolah Khusus untuk Anak Tunadaksa Ringan (SLB-D)
Pelayanan pendidikan diunit tunadaksa ringan atau SLB-D diperlukan bagi anak tunadaksa yang tidak mempunyai problema penyerta retardasi mental, yaitu anak tunadaksa yang mempunyai intelektual rata-rata atau bahkan di atas rata-rata intelektual anak normal. Namun anak kelompok ini belum ditempatkan di sekolah terpadu/sekolah umum karena anak masih memerlukan terapi-terapi, seperti fisio terapi, speech therapy, occuppational therapy dan atau terapi yang lain. Dapat juga terjadi anak tunadaksa tidak ditempatkan di sekolah reguler karena derajad kecacatannya terlalu berat.
2.Sekolah Khusus untuk Anak Tunadaksa Sedang (SLB-D1)
Pelayanan pendidikan diunit ini, diperuntukkan bagi anak tunadaksa yang mempunyai problema seperti, emosi, persepsi atau campuran dari ketiganya disertai problema penyerta retardasi mental. Kelompok anak tunadaksa sedang ini mempunyai intelektual di bawah rata-rata anak normal.
B.     Sekolah Terpadu/Inklusi
Bagi anak tunadaksa dengan problema penyerta relatif ringan, dan tidak disertai dengan problema penyerta retardasi mental akan sangat baik jika sedini mungkin pelayanan pendidikannya disatukan dengan anak-anak normal lainnya di sekolah reguler/sekolah umum. Karena anak tunadaksa tersebut sudah dapat mengatasi problema fisik maupun intelektual serta emosionalnya.
Namun walaupun kondisi penyerta anak tunadaksa cukup ringan, sekolah reguler yang ditunjuk untuk melayani pendidikannya perlu persiapan yang matang terlebih dahulu, baik persiapan sarana maupun prasarananya. Seperti persiapan aksesibilitas misalnya meminimalkan trap-trap atau tangga-tangga. Jika memungkinkan dibuatkan ramp-ramp untuk akses kursi roda, atau bagi anak yang khusus menggunakan alat bantu jalan lainnya seperti kruk atau wolker. Bentuk meja atau kursi belajar disesuaikan dengan kondisi anak. Hal demikian memerlukan persiapan yang lebih terencana, sehingga tidak menimbulkan problema tambahan bagi anak tunadaksa. Juga bentuk toilet, kloset harus dapat dipergunakan bagi anak yang menggunakan kursi roda. Disamping itu sistem guru kunjung dapat membantu memecahkan permasalahan yang mungkin timbul pada anak tunadaksa dikemudian hari.


BAB III
HASIL OBSERVASI

A.    HASIL OBSERVASI
1.      Profil Anak Tuna Daksa (Hidrosefalus)
Nama Lengkap                             : Kevin Christorio
Tempat/Tanggal Lahir                  : Magetan, 11 Januari 2001
Jenis Kelamin                               : Laki-Laki
Agama                                          : Islam
Alamat                                         : Desa Setren, Bendo, Magetan Rt/Rw : 9/4
2.      Orang Tua/Wali
Ayah                                            : Hadi Abraham
Ibu                                                            : Enik Maryati
Wali 1                                           : Warno
Wali 2                                           : Parmi
3.      Pekerjaan Orang Tua/Wali
Ayah                                            : Swasta
Ibu                                                            : Ibu Rumah Tangga
Wali 1                                           : Swasta
Wali 2                                           : Ibu Rumah Tangga
PENGAMATAN
Kevin berusia 14 tahun, darah keturunan Jawa-Manado. Kevin tinggal bersama Nenek dan Kakeknya. Dalam keseharian lingkungan tempat tinggal Kevin cukup bersih. Kevin selalu ditemani oleh Neneknya. Kevin bisa berbicara walaupun kurang jelas, karena mulut dan lidahnya kaku serta kemampuan koordinasi dan daya tangkapnya kurang.Meski daya tangkapnya kurang, ketika mendengar suara music atau orang tertawa Kevin akan merespon dengan menyanyi dan ikut tertawa. Ketika sakit demam atau suhu badannya naik, Kevin segeran di beri obat penurun panas, karena jika terlambah Kevin akan mengalami kejan-kejang. Sehari-hari Kevin juga makan dan minum sama seperti orang biasa.
Kevin hanya terbaring di tempat tidur. Kepalanya yang membesar dan kedua tangan, kakinya yang tidak normal menyulitkannya untuk beraktivitas. Meskipun tangan dan kakinya terlihat kaku, jika ditrenggangkan atau diluruskan tidak kaku. Namun, terkadang jika dipaksakan untuk diluruskan Kevin akan mengerang menolak. Gerakan mata Kevin juga cukup cepat. Jika merasa kepanasan atau haus Kevin akan membuka mulutnya dan mengerang.
B.     HASIL WAWANCARA
NARASUMBER
Nama                                 : Parmi
Jenis Kelamin                    : Perempuan
Usia                                   : 61
Agama                               : Islam
Pendidikan Terakhir          : Sekolah Dasar
WAWANCARA
a.       Apakah ada kejanggalan selama masa kehamilan ?
Jawaban : Tidak ada, tapi ibunya suka menciumi kucing
b.      Berapa usia kehamilannya ?
Jawaban :  bulan, dia lahir premature. Lahir sebelum waktunya.
c.       Bagaimana proses persalinannya ?
Jawaban : Dia lahir secara caesar, karena usia kehamilan Ibunya masih kurang dari kelahiran normal. Setelah lahir kepala bagian belakang  Kevin kurang sempurna. Ada cairannya dan tempurung kepala Kevin juga sangat empuk.
d.      Sejak umur berapa mulai muncul tanda-tanda tersebut ?
jawaban : Sejak lahir. Saat lahir kepala bagian balakang Kevin tidak ada tempurungnya, hanya ada cairan. Lama kelamaan tempurung kepala Kevin mulai mengeras, namun cairan  di belakang kepalanya itu semakin bertambah sehingga saat tempurung kepala Kevin benar-benar mengeras kepalanya sudah diluar ukuran normal.
e.       Setelah ibu mengetahui keganjalan tersebut,apa yang ibu lakukan?
Jawaban : Saya bawa ke RS Islam Madiun. Tapi tidak ada alatnya, kemudian kami bawa Kevin ke salah satu RS Soetomo Surabaya untuk di rongsen tempurung kepalanya. Ternyata sudah mengeras.


f.       Apakah ada faktor keturunan ?
Jawaban : Tidak ada, baru kali ini keluarga kami mengalaminya. Kedua adiknya lahir dan tumbuh secara normal.
g.      Apakah dia mampu menolong dirinya sendiri ?
Jawaban : Tidak bisa, kalau dia sakit atau lapar dia tidak mengutarakannya, jika ditanya dia hanya diam. Kalau diberi makan baru dia makan, tapi jika tidak dia juga tidak protes. Kadang-kadang kalau kakinya akan diluruskan dia hanya mengerang, mungkin terasa sakit.
h.      Apakah dia mampu bersosialisasi ?
Jawaban : Untuk mengutarakan apa yang dia inginkan tidak bisa, namun jika di ajak berbicara dia mampu menjawab meski sedikit lama. Karena bagian mulutnya kaku. Kadang-kadang ketika mendengar anak-anak kecil disekitar rumahnya bermain dia ikut tertawa seolah-olah dia ikut bermain.
i.        Bagaimana dengan pengobatannya ?
Jawaban : Beberapa hari lalu dia di bawa ke rumah sakit karena panas dan sakit perut . Dan di beri obat-obatan oleh dokter. Kadang juga memanggil  Pak Han”dokter” untuk di suntik. Kalau badannya panas, saya langsung memberinya paracetamol”obat yang selalu di sediakan di rumah”. Kalau terlambat dia bisa kejang-kejang. Selain itu dia juga di bawa terapi dengan doa-doa “secara rohani”.
j.        Apakah dia bisa menelan Obat berbentuk kapsul ?
Jawaban : Dulu waktu Kevin masih kecil, dokter biasanya memberikan obat berbentuk kapsul. Tapi sekarang dokter memberinya obat berbentuk Cair / Sirup. Agar lebih mudah untuk menelannya.
k.      Apa hobi Kevin Setiap harinya ?
Jawaban : Kevin setiap harinya suka bernyanyi “Garuda Pancasila”. Dan dia juga suka mendengarkan musik.
l.        Apa saja Kegiatan Rutinitas Kevin ?
Jawaban : Kadang Kevin kami bawa ke teras depan, dan biasanya dia dibantu duduk oleh kakeknya.
m.    Olahraga apa yang bisa Ibu lakukan kepada Kevin ?
Jawaban : Kalau pagi saya sering meluruskan kaki dan tangan Kevin, agar tidak terlalu kaku. Dan biasanya dia melakukannya sendiri.


HIDROSEFALUS
1.      DEFINISI HIDROSEFALUS
Hidrosefalus adalah penyakit yang menyerang organ otak. Penderita hidrosefalus mengalami penumpukan cairan di dalam otak yang berakibat pada meningkatnya tekanan pada otak. Jika tidak segera ditangani, tekanan ini dapat merusak jaringan dan melemahkan fungsi otak.
Hidrosefalus adalah akumulasi cairan serebro spinal dalam ventrikelserebral, ruang subarachnoid atau ruang subdural (Suriadi dan Yuliani, 2001).
Hidrosefalus merupakan keadaan patologis otak yang mengakibatkan bertmbahnya cairan serebro spinalis tanpa atau pernah dengan tekanan intracranial yang meninggi sehingga terdapat pelebaran ruangan tempat mengalirnya cairan serebro spinal (Ngastiyah,2007).
Hidrosefalus merupakan sindroma klinis yang dicirikan dengan dilatasi yang progresif pada system ventrikuler cerebral dan kompresi gabungan dari jaringan – jaringan serebral selama produksi CSF berlangsung yang meningkatkan kecepatan absorbsi oleh vili arachnoid. Akibat berlebihannya cairan serebrospinalis dan meningkatnya tekanan intrakranial menyebabkan terjadinya peleburan ruang – ruang tempat mengalirnya liquor (Mualim, 2010)

2.      JENIS HIDROSEFALUS DAPAT DIKLASIFIKSIKAN MENURUT:
1.  Waktu Pembentukan
a.  Hidrosefalus Congenital, yaitu Hidrosefalus yang dialami sejak dalamkandungan dan berlanjut setelah dilahirkan
b.  Hidrosefalus Akuisita, yaitu Hidrosefalus yang terjadi setelah bayidilahirkan atau terjadi karena faktor lain setelah bayi dilahirkan (Harsono,2006).
2.  Proses Terbentuknya Hidrosefalus
a.  Hidrosefalus Akut, yaitu Hidrosefalus yang tejadi secara mendadak yang diakibatkan oleh gangguan absorbsi CSS (Cairan Serebrospinal)
b.  Hidrosefalus Kronik, yaitu Hidrosefalus yang terjadi setelah cairanCSS mengalami obstruksi beberapa minggu (Anonim,2007)
3.  Sirkulasi Cairan Serebrospinal
a.  Communicating, yaitu kondisi Hidrosefalus dimana CSS masih biaskeluar dari ventrikel namun alirannya tersumbat setelah itu.
b.  Non Communicating, yaitu kondis Hidrosefalus dimana sumbatanaliran CSS yang terjadi disalah satu atau lebih jalur sempit yangmenghubungkan ventrikel-ventrikel otak (Anonim, 2003).
4.  Proses Penyakit
a.  Acquired, yaitu Hidrosefalus yang disebabkan oleh infeksi yangmengenai otak dan jaringan sekitarnya termasuk selaput pembungkusotak (meninges).
b.  Ex-Vacuo, yaitu kerusakan otak yang disebabkan oleh stroke atau cederatraumatis yang mungkin menyebabkan penyempitan jaringan otak atauathrophy (Anonim, 2003).

Hidrosefalus dapat dialami oleh orang-orang pada segala usia, namun umumnya penyakit ini diderita oleh bayi dan manula. Berdasarkan gejalanya, penyakit hidrosefalus dapat dikelompokkan menjadi tiga jenis.
·         Hidrosefalus kongenital. Kondisi ini terjadi sejak bayi baru dilahirkan. Bayi yang mengalami hidrosefalus bawaan, kepalanya akan terlihat sangat besar. Ubun-ubun atau fontanel mereka akan tampak menggelembung dan menegang. Dikarenakan kulit kepala bayi masih tipis, maka penggelembungan tersebut membuat urat-urat kepala menjadi terlihat dengan jelas. Bayi-bayi dengan hidrosefalus, memiliki mata yang terlihat seperti memandang ke bawah dan otot-otot kaki terlihat kaku, serta rentan mengalami kejang. Gejala-gejala hidrosefalus bawaan lainnya adalah mudah mengantuk, mual, rewel, dan susah makan.
·         Hidrosefalus yang didapat atau acquired. Kondisi ini diderita oleh anak-anak dan orang dewasa. Selain penderita akan mengalami mual dan nyeri leher, nyeri kepala juga akan muncul. Nyeri kepala ini biasanya sangat terasa di pagi hari, setelah bangun tidur. Gejala lain dari hidrosefalus tipe ini adalah mengantuk, penglihatan buram, bingung, sulit menahan kemih atau menahan buang air besar, dan sulit berjalan. Jika tidak segera diobati, kondisi ini dapat menyebabkan koma, bahkan kematian.
·         Hidrosefalus dengan tekanan normal. Kondisi ini umumnya dialami oleh manula. Penderita akan kesulitan menggerakkan kaki, sehingga beberapa dari mereka terpaksa menyeret kaki agar dapat berjalan. Gejala lainnya adalah kacaunya kendali kemih yang ditandai dengan sulit menahan kencing atau sering merasa ingin kencing. Selain fisik, hidrosefalus tekanan normal juga berdampak kepada kemampuan berpikir penderita. Mereka akan sulit mencerna informasi dan lambat dalam menanggapi situasi atau pertanyaan.
Segera periksakan bayi, anak, atau diri Anda sendiri ke dokter jika melihat atau merasakan gejala-gejala hidrosefalus. Terutama pada bayi yang menderita hidrosefalus bawaan, jika tidak ditangani dengan tepat, dalam jangka panjang kondisi ini dapat mengakibatkan komplikasi seperti:
·         Gangguan koordinasi.
·         Epilepsi
·         Gangguan penglihatan.
·         Penurunan daya ingat.
·         Kesulitan belajar..
·         Gangguan bicara.
·         Sulit berkonsentrasi dan perhatian mudah teralih.

3.      PENYEBAB HIDROSEFALUS

Di dalam otak kita terdapat cairan yang dinamakan serebrospinal. Cairan ini berfungsi sebagai penyedia nutrisi yang dibutuhkan otak agar bisa terus bekerja dengan baik. Cairan ini juga berfungsi sebagai pembersih limbah yang berasal dari metabolisme otak, melindungi otak dari cedera, menjaga agar otak tetap mengapung pada posisinya, dan mencegah terjadinya perubahan tekanan pada otak.
Tiap harinya jaringan pelapis otak secara rutin memproduksi cairan serebrospinal. Cairan yang sudah tidak terpakai kemudian dibuang dari tubuh setelah diserap oleh pembuluh darah.
Meski bermanfaat bagi kesehatan otak, cairan serebrospinal bisa menjadi bumerang dan berbalik merugikan otak. Kondisi ini terjadi jika jumlah cairan yang diproduksi lebih besar dibandingkan yang dibuang. Inilah yang disebut sebagai hidrosefalus, yaitu meningkatnya volume cairan serebrospinal di dalam otak.
Beberapa pemicu terjadinya penyakit hidrosefalus antara lain:
·       Buruknya mekanisme penyerapan cairan akibat radang atau cedera pada otak.
·       Terhambatnya aliran cairan serebrospinal akibat kelainan pada sistem saraf.
·       Infeksi janin saat masih di dalam kandungan yang menyebabkan radang pada jaringan otak janin.
·       Pendarahan di dalam otak.
·       Tumor otak.
·       Cedera parah di kepala.
·       Penyakit stroke.

4.    GEJALA HIDROSEFALUS

Gejala hidrosefalus tergantung pada tingkat keparahannya. CSF yang berlebih akan memberikan tekanan pada otak. Gejala yang muncul bisa ringan sampai parah akibat meningkatnya tekanan CSF. Gejala yang mungkin terjadi antara lain:
·       Sakit kepala (sering bertambah buruk ketika berbaring atau saat bangun tidur)
·       Mual/muntah
·       Masalah dengan keseimbangan
·       Sulit berjalan
·       Koordinasi lemah
·       Inkontinensia
·       Perubahan kepribadian
·       Linglung
·       Masalah memori
·       Dementia
·       Koma hingga kematian.
Pada bayi, gejala yang mungkin terjadi yaitu:
·       Perkembangan yang lambat
·       Kehilangan hasil perkembangan - tidak mampu lagi melakukan kegiatan yang sebelumnya bisa mereka lakukan
·       Bulging fontanelle (titik lembut pada kepala)
·       Lingkar kepala besar

5.      DIAGNOSIS HIDROSEFALUS

Pemeriksaan penyakit hidrosefalus biasanya dilakukan oleh seorang dokter ahli saraf. Dokter akan melakukan sejumlah pemeriksaan sederhana, seperti memeriksa ciri-ciri fisik, koordinasi dan keseimbangan pasien, memeriksa daya pendengaran, daya penglihatan, daya indera peraba, dan memeriksa tonus, kekuatan, serta refleks otot. Terdapat juga kemungkinan bahwa dokter akan memeriksa kondisi psikologis penderita.
Untuk lebih memastikan adanya penumpukan cairan serebrospinal di dalam otak atau memastikan apakah ada kondisi lain yang menyebabkan gejala serupa dengan hidrosefalus, dokter dapat melakukan pemindaian otak. Prosedur tersebut dilakukan dengan:
·       CT scan. Biasanya digunakan sebagai pemeriksaan darurat terhadap penyakit hidrosefalus. Melalui CT scan, gambar otak secara potong lintang dapat dihasilkan dengan teknologi X-ray.
·       MRI scan. Pemeriksaan ini bertujuan untuk mendapatkan gambar otak secara rinci dengan menggunakan medan magnetik dan gelombang radio.
·       USG. Pemeriksaan ini relatif aman dan rendah risiko. Karena itu, USG sering dijadikan sebagai pemeriksaan awal untuk mendeteksi hidrosefalus pada janin atau bayi yang sudah lahir.

6.      PENGOBATAN HIDROSEFALUS

Pengobatan utama hidrosefalus adalah melalui operasi dengan tujuan membuang kelebihan cairan serebrospinal di dalam otak. Salah satu jenis operasi untuk menangani hidrosefalus adalah operasi pemasangan shunt.
Shunt merupakan alat khusus berbentuk selang yang dipasangkan oleh ahli bedah ke dalam kepala dengan tujuan mengalirkan cairan otak ke bagian tubuh lain untuk selanjutnya diserap oleh pembuluh darah. Bagian tubuh yang sering dipilih sebagai rute aliran cairan serebrospinal adalah rongga perut. Shunt dilengkapi dengan katup yang berfungsi mengendalikan aliran agar keberadaan cairan serebrospinal di dalam otak tidak surut terlalu cepat.
Shunt yang dipasangkan pada bayi dan anak-anak umumnya perlu diganti seiring pertumbuhan untuk menyesuaikan dengan badan mereka yang makin besar. Diperkirakan sebanyak dua kali prosedur pemasangan shunt akan dilakukan pada anak-anak sebelum mereka menginjak usia 10 tahun.
Jenis operasi penanganan hidrosefalus lainnya adalah endoscopic third ventriculostomy atau disingkat ETV. Berbeda dengan operasi pemasangan shunt, pada prosedur ETV, cairan serebrospinal dibuang dengan cara menciptakan lubang penyerapan baru di permukaan otak. Prosedur ini biasanya diterapkan pada kasus hidrosefalus yang dipicu oleh penyumbatan ventrikel otak.

7.      EFEK SAMPING PENGOBATAN HIDROSEFALUS

Operasi terbukti efektif dalam menangani hidrosefalus. Meski demikian, bukan tidak mungkin prosedur ini dapat menyebabkan efek samping di kemudian hari. Misalnya pada operasi pemasangan shunt, efek samping yang timbul biasanya disebabkan oleh kerusakan atau penyumbatan pada alat itu sendiri. Ini merupakan hal yang wajar karena shunt merupakan alat yang terbuat dari materi berbahan lembut yang rentan terhadap kendala.
Untuk lebih jelasnya, berikut ini adalah beberapa efek samping yang dapat muncul setelah menjalani prosedur pemasangan shunt.
·       Infeksi. Kondisi ini relatif umum terjadi, terutama beberapa bulan setelah operasi. Gejala infeksi pasca pemasangan shunt meliputi mual, sakit kepala, leher kaku, demam, dan nyeri di sekitar jalur shunt. Pada anak-anak, mereka akan sering mengantuk atau rewel. Jika infeksi tidak terlalu parah, dokter biasanya hanya akan meresepkan antibiotik. Namun jika mengkhawatirkan, operasi penggantian shunt kemungkinan akan diperlukan.
·       Penyumbatan Jika shunt tersumbat, maka cairan serebrospinal dapat menumpuk kembali di dalam otak. Kondisi ini harus segera ditangani karena dapat menyebabkan kerusakan otak. Pada bayi, efek samping akan mudah dikenali dari ciri fisik, berupa pembengkakan kepala kembali. Selain pembengkakan, gejala penyumbatan shunt lainnya adalah mual, sakit kepala, mengantuk, bingung, dan yang terburuk adalah koma. Sama seperti infeksi, penyumbatan shunt biasanya ditangani dengan operasi untuk shunt yang rusak.
·       Pengubahan posisi Kadang-kadang shunt yang dipasang tidak berada di posisi yang tepat dan tentu saja hal ini dapat menimbulkan masalah. Pada anak-anak, terutama bayi, pemosisian shunt yang salah dapat membuat cairan serebrospinal merembes ke bagian sisi selang tersebut. Apabila mereka memiliki luka di kulit, cairan itu akan keluar melalui luka tersebut. Pemosisian shunt di dalam kepala harus dilakukan secara hati-hati. Jika tidak, dapat menimbulkan efek samping, seperti pendarahan, gangguan saraf, atau kejang.
Selain pada operasi pemasangan shunt, efek samping juga bisa terjadi pasca operasi endoscopic third ventriculostomy (ETV). Beberapa efek samping di antaranya:
·       Masalah saraf yang meliputi penurunan fungsi salah satu sisi tubuh, ketidakseimbangan hormon, penglihatan ganda, atau bahkan epilepsi.
·       Pendarahan di dalam otak.
·       Kerusakan pembuluh otak.
·       Infeksi.
·       Kegagalan otak untuk menyerap cairan serebrospinal.
·       Menutupnya kembali lubang penyerapan cairan serebrospinal.
Pada kasus menutupnya kembali lubang penyerapan cairan serebrospinal yang pernah dibuat, dokter dapat menanganinya dengan melakukan operasi ETV ulang. Namun jika operasi ETV tetap tidak berhasil mengobati hidrosefalus, kemungkinan dokter akan beralih ke operasi pemasangan shunt.




BAB IV
KESIMPULAN

Dari hasil laporan diatas dapat disimpulkan bahwa anak Tuna Daksa adalah anak yang mengalami kelainan pada sistem otot, tulang dan persendian yang mengakibatkan gangguan koordinasi, komunikasi, adaptasi, mobilisasi dan gangguan perkembangan, sehingga membutuhkan pelayanan dan perhatian khusus. Salah seorang anak tuna daksa yang mengalami kelainan pada sistem cerebral (cerebral system) “Hidrosefalus” di Desa Setren Kecamatan Bendo. Kevin berusia 14 tahun, mengalami hidrosefalus yang menyebabkan kepalanya membesar lebih dari ukuran normal. Hidrosefalus merupakan sindroma klinis yang dicirikan dengan dilatasi yang progresif pada system ventrikuler cerebral dan kompresi gabungan dari jaringan – jaringan serebral selama produksi CSF berlangsung yang meningkatkan kecepatan absorbsi oleh vili arachnoid. Akibat berlebihannya cairan serebrospinalis dan meningkatnya tekanan intrakranial menyebabkan terjadinya peleburan ruang – ruang tempat mengalirnya liquor (Mualim, 2010)

Pada observsai yang kami lakukan, kami mengamati keadaan Kevin yang hanya bisa terbaring di tempat tidur. Kedua kaki dan tangan Kevin yang sulit diluruskan menyebabkan Kevin kesulitan beraktivitas. Untuk meminimalisir adanya kemungkinan hidrosefalus, segera periksakan bayi, anak, atau diri Anda sendiri ke dokter jika melihat atau merasakan gejala-gejala hidrosefalus. Terutama pada bayi yang menderita hidrosefalus bawaan, jika tidak ditangani dengan tepat, dalam jangka panjang kondisi ini dapat mengakibatkan komplikasi seperti: gangguan koordinasi, gangguan belajar, epilepsy, Gangguan penglihatan, Penurunan daya ingat, Kesulitan belajar, Gangguan bicara, Sulit berkonsentrasi dan perhatian mudah teralih.




LAMPIRAN 1
BUKTI FISIK OBSERVASI
GAMBAR 1.1 (Kevin dan Ibu Parmi)

GAMBAR 1.2


GAMBAR 1.3 (wawancara)
GAMBAR 1.4
GAMBAR 1.5 (Kondisi Kevin)



GAMBAR 1.6
GAMBAR 1.7
GAMBAR 1.8 (Obat-obatan Kevin)

1 comments:

 
Top