LAPORAN HASIL OBSERVASI
ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS
PENYUSUN :
ENDRA TRI PRASETYA
ANGGER WILLDANI
O.H
KONI RIANTI
YUNI NURKHAYATI
NIKEN LARASATI
PENDIDIKAN GURU SEKOLAH
DASAR
UNIVERSITAS DOKTOR NUGROHO MAGETAN
2015
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang, segala puji hanya bagiNya. Semoga sholawat beserta salam senantiasa
tercurahkan kepada junjungan kita, nabi besar Muhammad SAW beserta keluarga dan
para sahabatnya, dan juga kepada para pengikutnya yang setia hingga akhir
zaman.
Puji syukur
Alhamdulilah kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan segala rahmat,hidayah,inayah-Nya. Sehingga penulisan laporan
observasi ini dapat diselesaikan dengan baik dan lancar.
Laporan dengan judul “Laporan
Observasi Anak Berkebutuhan Khusus” sebagai tugas mata kuliah Pendidikan
Anak Berkebutuhan Khusus. Dalam penulisan laporan ini kami bayak menerima
bantuan bimbingan dan dorongan dari berbagai pihak.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan laporan observasi
ini masih jauh dari sempurna, karena masih banyak kekurangan dan
kesalahan. Maka penulis menerima kritik
dan saran yang bersifat membangun untuk meyempurnakan makalah ini.
Dengan laporan observasi ini, penulis mengharapkan semoga
laporan ini dapat bermanfaat dan berguna bagi penulis serta pembaca pada
umumnya.
Magetan,
13 Desember 2015
Tim Penyusun
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
LATAR
BELAKANG
Anak
dengan kebutuhan khusus adalah anak yang mengalami kalainan atau penyimpangan
(fisik, mental-intelektual, social-emosional) dalam proses pertumbuhan dan
perkembangannya dibandingkan dengan anak-anak lain seusianya sehingga mereka
memerlukan pelayanan pendidikan khusus. Anak-anak berkebutuhan khusus, adalah
anak-anak yang memiliki keunikan tersendiri dalam jenis dan karakteristiknya,
yang membedakan mereka dari anak-anak normal pada umumnya.
Anak
berkebutuhan khusus (Heward) adalah anak dengan karakteristik khusus yang berbeda dengan
anak pada umumnya tanpa selalu menunjukan pada ketidakmampuan mental, emosi
atau fisik. Yang termasuk kedalam ABK antara lain: tunanetra, tunarungu, tunagrahita, tunadaksa, tunalaras, kesulitan belajar, gangguan prilaku, anak berbakat, anak dengan gangguan kesehatan.
istilah lain bagi anak berkebutuhan khusus adalah anak luar biasa dan anak cacat. Karena karakteristik dan hambatan
yang dimilki, ABK memerlukan bentuk pelayanan pendidikan khusus yang
disesuaikan dengan kemampuan dan potensi mereka, contohnya bagi tunanetra
mereka memerlukan modifikasi teks bacaan menjadi tulisan Braille dan tunarungu berkomunikasi
menggunakan bahasa isyarat.
Di Negara
kita tidak sedikit anak berkebutuhan khusus yang perlu mendapat perhatian dari
semua pihak. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Prof dr Sunartini, SpA
(K), PhD yang berprofesi sebagai guru besar pada Fakultas Kedokteran
Universitas Gajah Mada (UGM) Yogyakarta, diperkirakan antara 3-7% atau 5,5-10,5
juta anak usia dibawah usia 18 tahun menyandang ketunaan atau masuk kategori
anak berkebutuhan khusus. Secara Global, tuturnya, diperkirakan ada 370 juta
penyandang cacat atau sekitar 7% populasi dunia, kurang lenih 80 juta di
antaranya membutuhkan rehabilitasi. Dari jumlah tersebut hanya 10% mempunyai
akses pelayanan.
Melihat
dari kenyataan yang ada dilapangan, dimana banyak anak-anak dilingkungan kita
yang perlu mendapatkan pelayanan khusus dan ternyata mereka mmasih belum
mendapatakannya sesuai dengan hak-hak mereka. Bagi kita calon Guru terutama
sebagai guru pendidikan dasar perlu memahami hal-hal terkait dengan
karakteristik anak berkebutuhan khusus, karena tidak semua anak yang akan
dididik nantinya adalah anak normal, bisa saja ketika menjadi guru nanti
mendapatkan peserta didik yang memiliki dissabilitas.
Oleh karena itu, perlu diadakannya observasi langsung untuk melihat dan belajar
langsung tentang anak-anak berkebutuhan khusus sebagai bekal dalam mengajar
nantinya.
B.
RUMUSAN MASALAH
1. Apa
itu Tuna Daksa
2. Apa
penyebab kelainan dan karakteristik anak Tuna Daksa
3. Apa
saja Klasifikasi anak Tuna Daksa
4. Bagaimana
pendidikan anak Tuna Daksa
C.
TUJUAN
1. Mengetahui
pengertian Tuna Daksa
2. Mengetahui
penyebab dan karakteristik anak Tuna Daksa
3. Mengetahui
Klasifikasi anak Tuna Daksa
4. Bagaimana
pendidikan bagi anak Tuna Daksa
D.
MANFAAT
Hasil observasi
ini diharapkan bermanfaat bagi:
1. Guru
Diharapkan dengan adanya
laporan ini guru dapat mengetahui salah satu ciri dari anak berkebutuhan khusus.
Sehingga guru dapat memposisikan dan melakukan proses pembelajaran sesuai
dengan kemampuan anak didiknya, serta mampu membantu orang tua/wali mengetahui
keadaan peserta didiknya. Apabila terjadi permasalahan dengan peserta didik dapat
dengan cepat mampu menangani permasalahan tersebut.
2. Penulis
Dengan adanya observasi
ini mahasiswa mampu mengenali lebih dekat anak berkebutuhan khusus. Mempelajari
lebih dalam tentang cara mendidik dan menangani anak berkebutuhan khusus. Serta
dapat memahami karakteristik masing-masing anak yang berkebutuhan khusus. Sehingga
kelak dapat menambah pengetahuan ketika menjadi guru.
BAB
II
LANDASAN
TEORI
A.
PENGERTIAN
PENGERTIAN TUNA DAKSA
Istilah
yang sering digunakan untuk menyebut anak tunadaksa, seperti cacat fisik, tubuh
atau cacat orthopedi. Dalam bahasa asingpun sering kali dijumpai istilah
crippled, physically handicapped, physically disabled dan lain sebagainya.
Keragaman istilah yang dikemukakan untuk menyebutkan tunadaksa tergantung dari
kesenangan atau alasan tertentu dari para ahli yang bersangkutan. Meskipun istilah
yang dikemukakan berbeda-beda, namun secara material pada dasarnya memiliki
makna yang sama.
Tuna
dakasa berasal dari kata “ Tuna “ yang berarti rugi, kurang dan “daksa“ berarti
tubuh. Dalam banyak literitur cacat tubuh atau kerusakan tubuh tidak terlepas
dari pembahasan tentang kesehatan sehingga sering dijumpai judul “Physical and
Health Impairments“ (kerusakan atau gangguan fisik dan kesehatan). Hal ini
disebabkan karena seringkali terdapat gangguan kesehatan. Sebagai contoh, otak
adalah pusat kontrol seluruh tubuh manusia. Apabila ada sesuatu yang salah pada
otak (luka atau infeksi), dapat mengakibatkan sesuatu pada fisik/tubuh, pada
emosi atau terhadap fungsi-fungsi mental, luka yang terjadi pada bagian otak
baik sebelum, pada saat, maupun sesudah kelahiran, menyebabkan retardasi dari
mental (tunagrahita).
B.
PENYEBAB
DAN KARAKTERISTIK ANAK TUNA DAKSA
1.
PENYEBAB TUNA DAKSA
Ada
beberapa macam sebab yang dapat menimbulkan kerusakan pada anak hingga menjadi
tunadaksa. Kerusakan tersebut ada yang terletak dijaringan otak, jaringan
sumsum tulang belakang, pada sistem musculus skeletal. Adanya keragaman jenis
tunadaksa dan masing-masing kerusakan timbulnya berbeda-beda. Dilihat dari saat
terjadinya kerusakan otak dapat terjadi pada masa sebelum lahir, saat lahir,
dan sesudah lahir.
a.
Sebab-sebab Sebelum Lahir (Fase Prenatal)
Pada fase, kerusakan terjadi pada
saat bayi masih dalam kandungan, kerusakan disebabkan oleh:
1. Infeksi atau penyakit yang
menyerang ketika ibu mengandung sehingga menyerang otak bayi yang sedang
dikandungnya, misalnya infeksi, sypilis, rubela, dan typhus abdominolis.
2. Kelainan kandungan yang menyebabkan peredaran terganggu, tali pusat tertekan, sehingga merusak pembentukan syaraf-syaraf di dalam otak.
2. Kelainan kandungan yang menyebabkan peredaran terganggu, tali pusat tertekan, sehingga merusak pembentukan syaraf-syaraf di dalam otak.
3. Bayi dalam kandungan terkena
radiasi. Radiasi langsung mempengaruhi sistem syarat pusat sehingga struktur
maupun fungsinya terganggu.
4. Ibu yang sedang mengandung
mengalami trauma (kecelakaan) yang dapat mengakibatkan terganggunya pembentukan
sistem syaraf pusat. Misalnya ibu jatuh dan perutnya membentur yang cukup keras
dan secara kebetulan mengganggu kepala bayi maka dapat merusak sistem syaraf
pusat.
b. Sebab-sebab pada saat kelahiran (fase
natal)
Hal-hal yang dapat menimbulkan kerusakan otak
bayi pada saat bayi dilahirkan antra lain:
1. Proses kelahiran yang terlalu lama karena tulang pinggang ibu kecil sehingga bayi mengalami kekurangan oksigen, kekurangan oksigen menyebabkan terganggunya sistem metabolisme dalam otak bayi, akibatnya jaringan syaraf pusat mengalami kerusakan.
1. Proses kelahiran yang terlalu lama karena tulang pinggang ibu kecil sehingga bayi mengalami kekurangan oksigen, kekurangan oksigen menyebabkan terganggunya sistem metabolisme dalam otak bayi, akibatnya jaringan syaraf pusat mengalami kerusakan.
2. Pemakaian alat bantu berupa tang
ketika proses kelahiran yang mengalami kesulitan sehingga dapat merusak jaringan
syaraf otak pada bayi.
3. Pemakaian anestasi yang melebihi
ketentuan. Ibu yang melahirkan karena operasi dan menggunakan anestesi yang
melebihi dosis dapat mempengaruhi sistem persyarafan otak bayi, sehingga otak
mengalami kelainan struktur ataupun fungsinya.
c. Sebab-sebab setelah Proses kelahiran (fase
post natal)
Fase setelah kelahiran adalah masa
mulai bayi dilahirkan sampai masa perkembangan otak dianggap selesai, yaitu
pada usia 5 tahun.Hal-hal yang dapat menyebabkan kecacatan setelah bayi lahir
adalah:1. Kecelakaan/trauma kepala, amputasi.2. Infeksi penyakit yang menyerang
otak.3. Anoxia/hipoxia.
2.
KARAKTERISTIK ANAK TUNA DAKSA
Derajat keturunan akan mempengaruhi
kemanpuan penyesuaian diri dengan lingkungan, kecenderungan untuk bersifat
pasif. Demikianlah pada halnya dengan tingkah laku anak tunadaksa sangat
dipengaruhi oleh jenis dan derajat keturunannya. Jenis kecacatan itu akan dapat
menimbulkan perubahan tingkah laku sebagai kompensasi akan kekurangan atau
kecacatan.
Ditinjau dari aspek psikologis, anak
tunadaksa cenderung merasa malu, rendah diri dan sensitif, memisahkan diri dari
llingkungan. Disamping karakteristik tersebut terdapat beberapa problema
penyerta bagi anak tunadaksa antara lain:
· Kelainan perkembangan/intelektual
· Ganguan pendengaran.
· Gangguan penglihatan.
· Gangguan taktik dan kinestetik.
· Gangguan pesepsi
· Gangguan emosi.
C.
KLASIFIKASI ANAK TUNA DAKSA
Pada dasarnya kelainan pada anak
tunadaksa dapat dikelompokkan menjadi dua bagian besar, yaitu (1) kelainan pada
sistem serebral (Cerebral System), dan (2) kelainan pada sistem otot dan rangka
(Musculus Skeletal System).
1. Kelainan pada sistem serebral
(cerebral system disorders).
Penggolongan
anak tunadaksa kedalam kelainan sistem serebral (cerebral) didasarkan pada
letak penyebab kelahiran yang terletak didalam sistem syaraf pusat (otak dan
sumsum tulang belakang). Kerusakan pada sistem syarap pusat mengakibatkan
bentuk kelainan yang krusial, karena otak dan sumsum tulang belakang sumsum
merupakan pusat komputer dari aktivitas hidup manusia. Di dalamnya terdapat
pusat kesadaran, pusat ide, pusat kecerdasan, pusat motorik, pusat sensoris dan
lain sebagainya. Kelompok kerusakan bagian otak ini disebut Cerebral Palsy
(CL).Cerebral Palsy dapat diklasifikasikan menurut : (a) derajat kecacatan (b)
topograpi anggota badan yang cacat dan (c) Sisiologi kelainan geraknya.
a. Penggolongan menurut derajat kecacatan
Menurut derajat kecacatan, cerebal
palsy dapat digolongkan atas : golongan ringan, golongan sedang, dan golongan
berat.
1. Golongan ringan adalah : mereka
yang dapat berjalan tanpa menggunakan alat, berbicara tegas, dapat menolong
dirinya sendiri dalam kehidupan sehari-hari. Mereka dapat hidup bersama-sama
dengan anak normal lainnya, meskipun cacat tetapi tidak mengganggu kehidupan
dan pendidikannya.
2. Golongan sedang : ialah mereka
yang membutuhkan treatment/latihan khusus untuk bicara, berjalan, dan mengurus
dirinya sendiri, golongan ini memerlukan alat-lat khusus untuk membantu
gerakannya, seperti brace untuk membantu penyangga kaki, kruk/tongkat sebagai
penopang dalam berjalan. Dengan pertolongan secara khusus, anak-anak kelompok
ini diharapkan dapat mengurus dirinya sendiri.
3. Golongan berat : anak cerebral
palsy golongan ini yang tetap membutuhkan perawatan dalam ambulasi, bicara, dan
menolong dirinya sendiri, mereka tidak dapat hidup mandiri ditengah-tengah
masyarakat.
b. Penggolongan Menurut Topografi
Dilihat dari topografi yaitu
banyaknya anggota tubuh yang lumpuh, Cerebrol Palsy dapat digolongkan menjadi 6
(enam) golongan yaitu:
1. Monoplegia, hanya satu anggota
gerak yang lumpuh misal kaki kiri sedang kaki kanan dan kedua tangannya normal.
2. Hemiplegia, lumpuh anggota gerak
atas dan bawah pada sisi yang sama, misalnya tangan kanan dan kaki kanan, atau
tangan kiri dan kaki kiri.
3. Paraplegia, lumpuh pada kedua
tungkai kakinya.
4. Diplegia, lumpuh kedua tangan
kanan dan kiri atau kedua kaki kanan dan kiri (paraplegia)
5. Triplegia, tiga anggota gerak
mengalami kelumpuhan, misalnya tangan kanan dan kedua kakinya lumpuh, atau
tangan kiri dan kedua kakinya lumpuh.
6. Quadriplegia, anak jenis ini
mengalami kelumpuhan seluruhnya anggota geraknya. Mereka cacat pada kedua
tangan dan kedua kakinya, quadriplegia disebutnya juga tetraplegia.
c. Penggolongan menurut Fisiologi, kelainan gerak dilihat dari segi letak kelainan di otak dan fungsi geraknya (motorik), anak Cerebral Palsy dibedakan atas:
1) Spastik
Type Spastik ini ditandai dengan adanya gejala kekejangan
atau kekakuan pada sebagian ataupun seluruh otot. Kekakuan itu timbul sewaktu
akan digerakan sesuai dengan kehendak. Dalam keadaan ketergantungan emosional
kekakuan atau kekejangan itu akan makin bertambah, sebaliknya dalam keadaan
tenang, gejala itu menjadi berkurang. Pada umumnya, anak CP jenis spastik ini
memiliki tingkat kecerdasan yang tidak terlalu rendah. Diantara mereka ada yang
normal bahkan ada yang diatas normal.
2) Athetoid
Pada tipe ini tidak terdapat kekejangan atau kekakuan.
Otot-ototnya dapat digerakan dengan mudah. Ciri khas tipe ini terdapat pada
sistem gerakan. Hampir semua gerakan terjadi diluar kontrol. Gerakan dimaksud
adalah dengan tidak adanya kontrol dan koordinasi gerak.
3) Ataxia
3) Ataxia
Ciri khas tipe ini adalah
seakan-akan kehilangan keseimbangan, kekakuan memang tidak tampak tetapi
mengalami kekakuan pada waktu berdiri atau berjalan. Gangguan utama pada tipe
ini terletak pada sistem koordinasi dan pusat keseimbangan pada otak.
Akibatnya, anak tuna tipe ini mengalami gangguan dalam hal koordinasi ruang dan
ukuran, sebagai contoh dalam kehidupan sehari-hari : pada saat makan mulut
terkatup terlebih dahulu sebelum sendok berisi makanan sampai ujung mulut.
4) Tremor
Gejala yang tampak jelas pada tipe
tremor adalah senantiasa dijumpai adanya gerakan-gerakan kecil dan terus menerus
berlangsung sehingga tampak seperti bentuk getaran-getaran. Gerakan itu dapat
terjadi pada kepala, mata, tangkai dan bibir.
5) Rigid
Pada tipe ini didapat kekakuan otot,
tetapi tidak seperti pada tipe spastik, gerakannya tanpak tidak ada keluwesan,
gerakan mekanik lebih tampak.
6) Tipe Campuran
Pada tipe ini seorang anak
menunjukan dua jenis ataupun lebih gejala tuna CP sehingga akibatnya lebih
berat bila dibandingkan dengan anak yang hanya memiliki satu jenis/tipe
kecacatan.
2. Kelainan pada Sistem Otot dan Rangka (Musculus Scelatel System)
Penggolongan
anak tunadaksa kedalam kelompok system otot dan rangka didasarkan pada letak
penyebab kelainan anggota tubuh yang mengalami kelainan yaitu: kaki, tangan dan
sendi, dan tulang belakang.
Jenis-jenis
kelainan sistem otak dan rangka antara lain meliputi:
a.
Poliomylitis : Penderita polio adalah mengalami kelumpuhan otot sehingga otot
akan mengecil dan tenaganya melemah, peradangan akibat virus polio yang
menyerang sumsum tulang belakang pada anak usia 2 (dua) tahun sampai 6 (enam)
tahun.
b. Muscle
Dystrophy : Anak mengalami kelumpuhan pada fungsi otot. Kelumpuhan pada penderita
muscle dystrophy sifatnya progressif, semakin hari semakin parah. Kondisi
kelumpuhannya bersifat simetris yaitu pada kedua tangan atau kedua kaki saja,
atau kedua tangan dan kedua kakinya. Penyebab terjadinya muscle distrophy belum
diketahui secara pasti.Tanda-tanda anak menderita muscle dystrophy baru
kelihatan setelah anak berusia 3 (tiga) tahun melalui gejala yang tampak yaitu
gerakan-gerakan anak lambat, semakin hari keadaannya semakin mundur jika
berjalan sering terjatuh tanpa sebab terantuk benda, akhirnya anak tidak mampu
berdiri dengan kedua kakinya dan harus duduk di atas kursi roda.
Macam-macam
ketunadaksaan
1.
Club-foot atau Club-hand, yaitu
kerusakan pada kaki atau tangan yang menyebabkan bentuk kaki atau tangan
menyerupai tongkat.
2. Polydastilism
(jari banyak), yaitu jumlah jari tangan dan kaki lebih dari lima.
3. Sydactylism,
yaitu jari-jari tangan atau kaki saling menempel sehingga menyerupai selaput
bebek.
4. Torticolis,
yaitu gangguan yang terjadi pada leher sehingga menyebabkan kepala terkulai ke
depan.
5. Spina-bifida,
yaitu gangguan pada sumsum tulang belakang yang tidak tertutup.
6. Cretinism,
yaitu gangguan fisik yang menyebabkan tubuh kecil dan tidak dapat tumbuh dengan
normal. Gangguan ini biasa disebut kerdil atau katai.
7. Mycrocephalus,
yaitu ukuran kepala jauh lebih kecil dari ukuran normal pada umumnya.
8. Hydrocephalus,
yaitu ukuran kepala yang besar dikarenakan kelebihan cairan pada kepala.
9. Clefpalats,
yaitu gangguan tidak adanya langit-langit mulut.
10. Congenital
hip dislocation, yaitu kelumpuuhan yang menyerang bagian paha.
11. Congenital
amputation, yaitu sebutan untuk bayi yang dilahirkan tanpa anggota tubuh
tertentu.
12. Coxa valga,
yaitu gangguan yang terjadi pada sendi paha dan menyebabkan sendi paha
membesar.
13. Erb’s palsy,
yaitu kerusakan pada saraf lengan akibat tertekan atau tertarik saat kelahiran.
14. Fragilitas
osium, yaitu gangguan pada tulang yang menyebabkan tulang rapuh dan mudah
patah.
D. PENDIDIKAN ANAK TUNADAKSA
Dalam
dunia Pendidikan pada prinsipnya guru mempunyai peranan ganda. Disatu pihak,
guru berfungsi sebagai pengajar, pendidik, dan pelatih bagi anak didik. Dipihak
lain, guru berfungsi sebagai pengganti orang tua murid di sekolah. Dengan
demikian secara tidak langsung mereka dituntut untuk menjadi manusia serba bisa
dan serba biasa, lebih-lebih bila dihubungkan dengan kenyataan-kenyataan pada
saat ini, yaitu bahwa orang tua dan masyarakat pada umumnya masih mempunyai
anggapan yang keliru. Mereka berpendapat bahwa berhasil atau tidaknya
pendidikan anak-anak mereka diserahkan sepenuhnya pada pihak sekolah, termasuk
didalamnya para guru, tanpa ikut campur mereka.
Keadaan
semacam ini lebih komplit lagi dalam dunia pendidikan luar biasa karena subjek
didik yang dihadapi memiliki keterbatasan-keterbatasan tertentu, baik kemanpuan
fisik, mental, emosi maupun dalam usaha penyesuaian diri dengan pihak luar atau
lingkunagan sekitar. Oleh karena itu, tugas guru semakin berat yang dituntut
keahlian serta keterampilan tertentu, baik dalam bidang metedologi yang
bersifat khusus, maupun dalam bidang pelayanan terapi.
Pelayanan
terapi yang diperlukan anak tunadaksa antara lain:
· Latihan wicara (speech Therapy)
· Fisioterapi
· Occupational therapy
· Hydro Therapy
Anak
tunadaksa pada dasarnya sama dengan anak-anak normal lainnya. Kesamaan tersebut
dapat dilihat dari fisik dan psiko-sosial. Dari segi fisik, mereka dapat makan,
minum, dan kebutuhan yang tidak dapat ditunda dalam beberapa menit yaitu
bernafas. Sedangkan dari aspek psiko-sosial, mereka memerlukan rasa aman dalam
bermobilisasi, perlu afiliasi, butuh kasih sayang dari orang lain, diterima dan
perlu pendidikan. Adapun unsur kesamaan kebutuhan antara anak tunadaksa dan anak
normal, karena pada dasarnya mereka memiliki fitrah yang sama sebagai
manusia.Pandangan yang melihat anak tunadaksa dan anak normal dari sudut
kesamaan akan lebih banyak memberikan layanan optimal untuk mengembangkan
potensi yang dimilikinya, ketimbang pandangan yang semata-mata mengekspos segi
kekurangannya.
Tidak
dapat dipungkiri bahwa orang sering melihat orang lain tentang kelemahannya,
sehingga yang muncul adalah kritik atau cemoohan. Kiranya demikian, andaikata
kita melihat anak tunadaksa semata-mata dari kecacatannya. Oleh karena itu,
pandangan yang mendahulukan sifat positif pada anak tunadaksa perlu
dimasyarakatkan supaya kesempatan perkembangan dirinya yang baik semakin lebar.
Pendidikan yang juga merupakan kebutuhan anak tunadaksa perlu direncanakan dan
dilaksanakan dengan mengacu pada kemampuan masing-masing anak tunasaksa.
Melalui pendidikan yang dapat dipertanggungjawabkan. Anak-anak tunadaksa
diharapkan memiliki masa depan yang tidak selalu bergantung pada orang tua dan
masyarakat.
Model Peayanan
Pendidikan
Sebagaimana
diketahui, bahwa pendidikan bagi anak tidak selalu harus berlangsung disuatu
lembaga pendidikan khusus, sebab sebagian dari mereka (anak tunadaksa)
pendidikannya dapat berlangsung di sekolah dan kelas reguler/sekolah umum. Hal
ini disebabkan oleh faktor kemampuan dan ketidakmampuan anak tunadaksa dan
lingkungannya. Evelyn Deno, (1970) dan Ronald L Taylor, (1984) menjelaskan
system layanan pendidikan bagi anak luar biasa (termasuk anak tunadaksa) yang
bervariasi, mulai dari sistem pendidikan di kelas dan sekolah reguler/umum
sampai pendidikan yang diberikan disuatu rumah sakit, bahkan sampai pada bentuk
layanan yang tidak memiliki makna edukasi sama sekali, yakni layanan yang
diberikan kepada anak-anak tunadaksa dalam perawatan medis dan bantuan
pemenuhan kebutuhan sehari-hari.
Dari
kenyataan di lapangan bahwa anak tunadaksa memiliki problema penyerta. Problema
penyerta ini berbeda-beda antara seorang anak tunadaksa yang satu dengan anak
tunadaksa yang lainnya, tergantung dari pada penyebab ketunaannya, berat
ringannya ketunaannya. Atas dasar kondisi anak tunadaksa tersebut, maka model
pelayanan pendidikannya dibagi pada “Sekolah Khusus” dan “Sekolah
Terpadu/Inklusi”.
A. Sekolah Khusus
Pelayanan
pendidikan bagi anak tunadaksa di sekolah khusus ini diperuntukkan bagi anak
yang mempunyai problema lebih berat, baik problema penyerta intelektualnya
seperti retardasi mental maupun problema penyerta kesulitan lokomosi (gerakan)
dan emosinya.
Di sekolah khusus ini pelayanan pendidikannya dibagi menjadi dua unit, yaitu unit sekolah khusus bagi anak tunadaksa ringan, dan unit sekolah khusus bagi anak tunadaksa sedang.
Di sekolah khusus ini pelayanan pendidikannya dibagi menjadi dua unit, yaitu unit sekolah khusus bagi anak tunadaksa ringan, dan unit sekolah khusus bagi anak tunadaksa sedang.
1.Sekolah
Khusus untuk Anak Tunadaksa Ringan (SLB-D)
Pelayanan
pendidikan diunit tunadaksa ringan atau SLB-D diperlukan bagi anak tunadaksa
yang tidak mempunyai problema penyerta retardasi mental, yaitu anak tunadaksa
yang mempunyai intelektual rata-rata atau bahkan di atas rata-rata intelektual
anak normal. Namun anak kelompok ini belum ditempatkan di sekolah
terpadu/sekolah umum karena anak masih memerlukan terapi-terapi, seperti fisio
terapi, speech therapy, occuppational therapy dan atau terapi yang lain. Dapat
juga terjadi anak tunadaksa tidak ditempatkan di sekolah reguler karena derajad
kecacatannya terlalu berat.
2.Sekolah
Khusus untuk Anak Tunadaksa Sedang (SLB-D1)
Pelayanan
pendidikan diunit ini, diperuntukkan bagi anak tunadaksa yang mempunyai
problema seperti, emosi, persepsi atau campuran dari ketiganya disertai
problema penyerta retardasi mental. Kelompok anak tunadaksa sedang ini
mempunyai intelektual di bawah rata-rata anak normal.
B.
Sekolah Terpadu/Inklusi
Bagi
anak tunadaksa dengan problema penyerta relatif ringan, dan tidak disertai
dengan problema penyerta retardasi mental akan sangat baik jika sedini mungkin
pelayanan pendidikannya disatukan dengan anak-anak normal lainnya di sekolah
reguler/sekolah umum. Karena anak tunadaksa tersebut sudah dapat mengatasi
problema fisik maupun intelektual serta emosionalnya.
Namun
walaupun kondisi penyerta anak tunadaksa cukup ringan, sekolah reguler yang
ditunjuk untuk melayani pendidikannya perlu persiapan yang matang terlebih
dahulu, baik persiapan sarana maupun prasarananya. Seperti persiapan
aksesibilitas misalnya meminimalkan trap-trap atau tangga-tangga. Jika
memungkinkan dibuatkan ramp-ramp untuk akses kursi roda, atau bagi anak yang
khusus menggunakan alat bantu jalan lainnya seperti kruk atau wolker. Bentuk
meja atau kursi belajar disesuaikan dengan kondisi anak. Hal demikian memerlukan
persiapan yang lebih terencana, sehingga tidak menimbulkan problema tambahan
bagi anak tunadaksa. Juga bentuk toilet, kloset harus dapat dipergunakan bagi
anak yang menggunakan kursi roda. Disamping itu sistem guru kunjung dapat
membantu memecahkan permasalahan yang mungkin timbul pada anak tunadaksa
dikemudian hari.
BAB III
HASIL
OBSERVASI
A.
HASIL
OBSERVASI
1. Profil
Anak Tuna Daksa (Hidrosefalus)
Nama Lengkap : Kevin Christorio
Tempat/Tanggal Lahir : Magetan, 11 Januari 2001
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Agama :
Islam
Alamat : Desa Setren, Bendo,
Magetan Rt/Rw : 9/4
2. Orang
Tua/Wali
Ayah :
Hadi Abraham
Ibu :
Enik Maryati
Wali 1 : Warno
Wali 2 : Parmi
3. Pekerjaan
Orang Tua/Wali
Ayah :
Swasta
Ibu :
Ibu Rumah Tangga
Wali 1 : Swasta
Wali 2 :
Ibu Rumah Tangga
PENGAMATAN
Kevin berusia 14 tahun, darah keturunan Jawa-Manado.
Kevin tinggal bersama Nenek dan Kakeknya. Dalam keseharian lingkungan tempat
tinggal Kevin cukup bersih. Kevin selalu ditemani oleh Neneknya. Kevin bisa
berbicara walaupun kurang jelas, karena mulut dan lidahnya kaku serta kemampuan
koordinasi dan daya tangkapnya kurang.Meski daya tangkapnya kurang, ketika
mendengar suara music atau orang tertawa Kevin akan merespon dengan menyanyi
dan ikut tertawa. Ketika sakit demam atau suhu badannya naik, Kevin segeran di
beri obat penurun panas, karena jika terlambah Kevin akan mengalami
kejan-kejang. Sehari-hari Kevin juga makan dan minum sama seperti orang biasa.
Kevin hanya terbaring di tempat tidur. Kepalanya yang
membesar dan kedua tangan, kakinya yang tidak normal menyulitkannya untuk
beraktivitas. Meskipun tangan dan kakinya terlihat kaku, jika ditrenggangkan
atau diluruskan tidak kaku. Namun, terkadang jika dipaksakan untuk diluruskan
Kevin akan mengerang menolak. Gerakan mata Kevin juga cukup cepat. Jika merasa
kepanasan atau haus Kevin akan membuka mulutnya dan mengerang.
B.
HASIL
WAWANCARA
NARASUMBER
Nama : Parmi
Jenis
Kelamin : Perempuan
Usia : 61
Agama : Islam
Pendidikan
Terakhir : Sekolah Dasar
WAWANCARA
a. Apakah
ada kejanggalan selama masa kehamilan ?
Jawaban
: Tidak ada, tapi ibunya suka menciumi kucing
b. Berapa
usia kehamilannya ?
Jawaban
: bulan, dia lahir premature. Lahir
sebelum waktunya.
c. Bagaimana
proses persalinannya ?
Jawaban
: Dia lahir secara caesar, karena usia kehamilan Ibunya masih kurang dari
kelahiran normal. Setelah lahir kepala bagian belakang Kevin kurang sempurna. Ada cairannya dan
tempurung kepala Kevin juga sangat empuk.
d. Sejak
umur berapa mulai muncul tanda-tanda tersebut ?
jawaban
: Sejak lahir. Saat lahir kepala bagian balakang Kevin tidak ada tempurungnya,
hanya ada cairan. Lama kelamaan tempurung kepala Kevin mulai mengeras, namun
cairan di belakang kepalanya itu semakin
bertambah sehingga saat tempurung kepala Kevin benar-benar mengeras kepalanya
sudah diluar ukuran normal.
e. Setelah
ibu mengetahui keganjalan tersebut,apa yang ibu lakukan?
Jawaban
: Saya bawa ke RS Islam Madiun. Tapi tidak ada alatnya, kemudian kami bawa Kevin
ke salah satu RS Soetomo Surabaya untuk di rongsen tempurung kepalanya. Ternyata
sudah mengeras.
f. Apakah
ada faktor keturunan ?
Jawaban
: Tidak ada, baru kali ini keluarga kami mengalaminya. Kedua adiknya lahir dan
tumbuh secara normal.
g. Apakah
dia mampu menolong dirinya sendiri ?
Jawaban
: Tidak bisa, kalau dia sakit atau lapar dia tidak mengutarakannya, jika
ditanya dia hanya diam. Kalau diberi makan baru dia makan, tapi jika tidak dia juga
tidak protes. Kadang-kadang kalau kakinya akan diluruskan dia hanya mengerang,
mungkin terasa sakit.
h. Apakah
dia mampu bersosialisasi ?
Jawaban
: Untuk mengutarakan apa yang dia inginkan tidak bisa, namun jika di ajak
berbicara dia mampu menjawab meski sedikit lama. Karena bagian mulutnya kaku.
Kadang-kadang ketika mendengar anak-anak kecil disekitar rumahnya bermain dia ikut
tertawa seolah-olah dia ikut bermain.
i.
Bagaimana dengan
pengobatannya ?
Jawaban
: Beberapa hari lalu dia di bawa ke rumah sakit karena panas dan sakit perut .
Dan di beri obat-obatan oleh dokter. Kadang juga memanggil Pak Han”dokter” untuk di suntik. Kalau
badannya panas, saya langsung memberinya paracetamol”obat yang selalu di
sediakan di rumah”. Kalau terlambat dia bisa kejang-kejang. Selain itu dia juga
di bawa terapi dengan doa-doa “secara rohani”.
j.
Apakah dia bisa menelan
Obat berbentuk kapsul ?
Jawaban
: Dulu waktu Kevin masih kecil, dokter biasanya memberikan obat berbentuk
kapsul. Tapi sekarang dokter memberinya obat berbentuk Cair / Sirup. Agar lebih
mudah untuk menelannya.
k. Apa
hobi Kevin Setiap harinya ?
Jawaban
: Kevin setiap harinya suka bernyanyi “Garuda Pancasila”. Dan dia juga suka
mendengarkan musik.
l.
Apa saja Kegiatan
Rutinitas Kevin ?
Jawaban
: Kadang Kevin kami bawa ke teras depan, dan biasanya dia dibantu duduk oleh
kakeknya.
m. Olahraga
apa yang bisa Ibu lakukan kepada Kevin ?
Jawaban
: Kalau pagi saya sering meluruskan kaki dan tangan Kevin, agar tidak terlalu
kaku. Dan biasanya dia melakukannya sendiri.
HIDROSEFALUS
1.
DEFINISI
HIDROSEFALUS
Hidrosefalus adalah penyakit yang menyerang organ otak. Penderita hidrosefalus mengalami
penumpukan cairan di dalam otak yang berakibat pada meningkatnya tekanan pada
otak. Jika tidak segera ditangani, tekanan ini dapat merusak jaringan dan
melemahkan fungsi otak.
Hidrosefalus adalah akumulasi cairan serebro spinal dalam
ventrikelserebral, ruang subarachnoid atau ruang subdural (Suriadi dan Yuliani,
2001).
Hidrosefalus merupakan keadaan patologis otak yang mengakibatkan bertmbahnya cairan
serebro spinalis tanpa atau pernah dengan tekanan intracranial yang meninggi
sehingga terdapat pelebaran ruangan tempat mengalirnya cairan serebro spinal
(Ngastiyah,2007).
Hidrosefalus merupakan sindroma klinis yang dicirikan dengan dilatasi yang
progresif pada system ventrikuler cerebral dan kompresi gabungan dari jaringan
– jaringan serebral selama produksi CSF berlangsung yang meningkatkan kecepatan
absorbsi oleh vili arachnoid. Akibat berlebihannya cairan serebrospinalis dan
meningkatnya tekanan intrakranial menyebabkan terjadinya peleburan ruang –
ruang tempat mengalirnya liquor (Mualim, 2010)
2. JENIS HIDROSEFALUS DAPAT
DIKLASIFIKSIKAN MENURUT:
1. Waktu
Pembentukan
a. Hidrosefalus Congenital, yaitu
Hidrosefalus yang dialami sejak dalamkandungan dan berlanjut setelah dilahirkan
b. Hidrosefalus Akuisita, yaitu
Hidrosefalus yang terjadi setelah bayidilahirkan atau terjadi karena faktor
lain setelah bayi dilahirkan (Harsono,2006).
2. Proses
Terbentuknya Hidrosefalus
a. Hidrosefalus Akut, yaitu
Hidrosefalus yang tejadi secara mendadak yang diakibatkan oleh gangguan
absorbsi CSS (Cairan Serebrospinal)
b. Hidrosefalus Kronik, yaitu
Hidrosefalus yang terjadi setelah cairanCSS mengalami obstruksi beberapa minggu
(Anonim,2007)
3. Sirkulasi
Cairan Serebrospinal
a. Communicating, yaitu kondisi Hidrosefalus
dimana CSS masih biaskeluar dari ventrikel namun alirannya tersumbat setelah
itu.
b. Non Communicating, yaitu kondis
Hidrosefalus dimana sumbatanaliran CSS yang terjadi disalah satu atau lebih
jalur sempit yangmenghubungkan ventrikel-ventrikel otak (Anonim, 2003).
4. Proses
Penyakit
a. Acquired, yaitu Hidrosefalus yang
disebabkan oleh infeksi yangmengenai otak dan jaringan sekitarnya termasuk
selaput pembungkusotak (meninges).
b. Ex-Vacuo, yaitu
kerusakan otak yang disebabkan oleh stroke atau cederatraumatis yang mungkin
menyebabkan penyempitan jaringan otak atauathrophy (Anonim, 2003).
Hidrosefalus dapat
dialami oleh orang-orang pada segala usia, namun umumnya penyakit ini diderita
oleh bayi dan manula. Berdasarkan gejalanya, penyakit hidrosefalus dapat
dikelompokkan menjadi tiga jenis.
·
Hidrosefalus kongenital. Kondisi
ini terjadi sejak bayi baru dilahirkan. Bayi yang mengalami hidrosefalus
bawaan, kepalanya akan terlihat sangat besar. Ubun-ubun atau fontanel mereka
akan tampak menggelembung dan menegang. Dikarenakan kulit kepala bayi masih
tipis, maka penggelembungan tersebut membuat urat-urat kepala menjadi terlihat
dengan jelas. Bayi-bayi dengan hidrosefalus, memiliki mata yang terlihat
seperti memandang ke bawah dan otot-otot kaki terlihat kaku, serta rentan
mengalami kejang. Gejala-gejala hidrosefalus bawaan lainnya adalah mudah
mengantuk, mual, rewel, dan susah makan.
·
Hidrosefalus yang didapat atau acquired. Kondisi
ini diderita oleh anak-anak dan orang dewasa. Selain penderita akan mengalami
mual dan nyeri leher, nyeri kepala juga akan muncul. Nyeri kepala ini biasanya
sangat terasa di pagi hari, setelah bangun tidur. Gejala lain dari hidrosefalus
tipe ini adalah mengantuk, penglihatan buram, bingung, sulit menahan kemih atau
menahan buang air besar, dan sulit berjalan. Jika tidak segera diobati, kondisi
ini dapat menyebabkan koma,
bahkan kematian.
·
Hidrosefalus dengan tekanan normal. Kondisi
ini umumnya dialami oleh manula. Penderita akan kesulitan menggerakkan kaki,
sehingga beberapa dari mereka terpaksa menyeret kaki agar dapat berjalan.
Gejala lainnya adalah kacaunya kendali kemih yang ditandai dengan sulit menahan
kencing atau sering merasa ingin kencing. Selain fisik, hidrosefalus tekanan
normal juga berdampak kepada kemampuan berpikir penderita. Mereka akan sulit
mencerna informasi dan lambat dalam menanggapi situasi atau pertanyaan.
Segera
periksakan bayi, anak, atau diri Anda sendiri ke dokter jika melihat atau
merasakan gejala-gejala hidrosefalus. Terutama pada bayi yang menderita
hidrosefalus bawaan, jika tidak ditangani dengan tepat, dalam jangka panjang
kondisi ini dapat mengakibatkan komplikasi seperti:
·
Gangguan koordinasi.
·
Epilepsi
·
Gangguan penglihatan.
·
Penurunan daya ingat.
·
Kesulitan belajar..
·
Gangguan bicara.
·
Sulit berkonsentrasi dan perhatian
mudah teralih.
3. PENYEBAB HIDROSEFALUS
Di dalam otak kita terdapat cairan yang dinamakan serebrospinal.
Cairan ini berfungsi sebagai penyedia nutrisi yang dibutuhkan otak agar bisa
terus bekerja dengan baik. Cairan ini juga berfungsi sebagai pembersih limbah
yang berasal dari metabolisme otak, melindungi otak dari cedera, menjaga agar
otak tetap mengapung pada posisinya, dan mencegah terjadinya perubahan tekanan
pada otak.
Tiap harinya jaringan pelapis otak secara rutin memproduksi cairan
serebrospinal. Cairan yang sudah tidak terpakai kemudian dibuang dari tubuh
setelah diserap oleh pembuluh darah.
Meski
bermanfaat bagi kesehatan otak, cairan serebrospinal bisa menjadi bumerang dan
berbalik merugikan otak. Kondisi ini terjadi jika jumlah cairan yang diproduksi
lebih besar dibandingkan yang dibuang. Inilah yang disebut sebagai
hidrosefalus, yaitu meningkatnya volume cairan serebrospinal di dalam otak.
Beberapa
pemicu terjadinya penyakit hidrosefalus antara lain:
·
Buruknya mekanisme
penyerapan cairan akibat radang atau cedera pada otak.
·
Terhambatnya aliran
cairan serebrospinal akibat kelainan pada sistem saraf.
·
Infeksi janin saat masih
di dalam kandungan yang menyebabkan radang pada jaringan otak janin.
·
Pendarahan di dalam otak.
·
Cedera parah di kepala.
·
Penyakit stroke.
4. GEJALA
HIDROSEFALUS
Gejala hidrosefalus tergantung pada tingkat
keparahannya. CSF yang berlebih akan memberikan tekanan pada otak. Gejala yang
muncul bisa ringan sampai parah akibat meningkatnya tekanan CSF. Gejala yang
mungkin terjadi antara lain:
·
Sakit kepala (sering bertambah buruk
ketika berbaring atau saat bangun tidur)
·
Mual/muntah
·
Masalah dengan keseimbangan
·
Sulit berjalan
·
Koordinasi lemah
·
Inkontinensia
·
Perubahan kepribadian
·
Linglung
·
Masalah memori
·
Dementia
·
Koma hingga kematian.
Pada bayi, gejala yang mungkin terjadi yaitu:
·
Perkembangan yang lambat
·
Kehilangan hasil perkembangan -
tidak mampu lagi melakukan kegiatan yang sebelumnya bisa mereka lakukan
·
Bulging fontanelle (titik lembut
pada kepala)
·
Lingkar kepala besar
5. DIAGNOSIS HIDROSEFALUS
Pemeriksaan penyakit hidrosefalus biasanya dilakukan oleh seorang
dokter ahli saraf. Dokter akan melakukan sejumlah pemeriksaan sederhana,
seperti memeriksa ciri-ciri fisik, koordinasi dan keseimbangan pasien,
memeriksa daya pendengaran, daya penglihatan, daya indera peraba, dan memeriksa
tonus, kekuatan, serta refleks otot. Terdapat juga kemungkinan bahwa dokter
akan memeriksa kondisi psikologis penderita.
Untuk lebih memastikan adanya penumpukan cairan serebrospinal di
dalam otak atau memastikan apakah ada kondisi lain yang menyebabkan gejala
serupa dengan hidrosefalus, dokter dapat melakukan pemindaian otak. Prosedur
tersebut dilakukan dengan:
·
CT scan. Biasanya digunakan
sebagai pemeriksaan darurat terhadap penyakit hidrosefalus. Melalui CT
scan, gambar otak secara potong lintang dapat dihasilkan dengan teknologi X-ray.
·
MRI scan. Pemeriksaan ini
bertujuan untuk mendapatkan gambar otak secara rinci dengan menggunakan medan
magnetik dan gelombang radio.
·
USG. Pemeriksaan ini relatif
aman dan rendah risiko. Karena itu, USG sering dijadikan sebagai pemeriksaan
awal untuk mendeteksi hidrosefalus pada janin atau bayi yang sudah lahir.
6. PENGOBATAN HIDROSEFALUS
Pengobatan utama hidrosefalus adalah melalui operasi dengan tujuan
membuang kelebihan cairan serebrospinal di dalam otak. Salah satu jenis operasi
untuk menangani hidrosefalus adalah operasi pemasangan shunt.
Shunt merupakan alat khusus berbentuk
selang yang dipasangkan oleh ahli bedah ke dalam kepala dengan tujuan
mengalirkan cairan otak ke bagian tubuh lain untuk selanjutnya diserap oleh
pembuluh darah. Bagian tubuh yang sering dipilih sebagai rute aliran cairan
serebrospinal adalah rongga perut. Shunt dilengkapi dengan katup yang
berfungsi mengendalikan aliran agar keberadaan cairan serebrospinal di dalam
otak tidak surut terlalu cepat.
Shunt yang dipasangkan pada bayi dan
anak-anak umumnya perlu diganti seiring pertumbuhan untuk menyesuaikan dengan
badan mereka yang makin besar. Diperkirakan sebanyak dua kali prosedur
pemasangan shunt akan dilakukan pada anak-anak sebelum mereka
menginjak usia 10 tahun.
Jenis operasi penanganan hidrosefalus lainnya adalah endoscopic
third ventriculostomy atau disingkat ETV. Berbeda dengan operasi
pemasangan shunt, pada prosedur ETV, cairan serebrospinal dibuang
dengan cara menciptakan lubang penyerapan baru di permukaan otak. Prosedur ini
biasanya diterapkan pada kasus hidrosefalus yang dipicu oleh penyumbatan
ventrikel otak.
7. EFEK SAMPING PENGOBATAN HIDROSEFALUS
Operasi terbukti efektif dalam menangani hidrosefalus. Meski
demikian, bukan tidak mungkin prosedur ini dapat menyebabkan efek samping di
kemudian hari. Misalnya pada operasi pemasangan shunt, efek samping
yang timbul biasanya disebabkan oleh kerusakan atau penyumbatan pada alat itu
sendiri. Ini merupakan hal yang wajar karena shunt merupakan alat yang
terbuat dari materi berbahan lembut yang rentan terhadap kendala.
Untuk
lebih jelasnya, berikut ini adalah beberapa efek samping yang dapat muncul
setelah menjalani prosedur pemasangan shunt.
·
Infeksi. Kondisi ini
relatif umum terjadi, terutama beberapa bulan setelah operasi. Gejala infeksi
pasca pemasangan shunt meliputi mual, sakit
kepala, leher kaku, demam, dan nyeri di
sekitar jalur shunt. Pada anak-anak, mereka akan sering mengantuk atau
rewel. Jika infeksi tidak terlalu parah, dokter biasanya hanya akan meresepkan
antibiotik. Namun jika mengkhawatirkan, operasi penggantian shunt
kemungkinan akan diperlukan.
·
Penyumbatan Jika
shunt tersumbat, maka cairan serebrospinal dapat menumpuk kembali di
dalam otak. Kondisi ini harus segera ditangani karena dapat menyebabkan
kerusakan otak. Pada bayi, efek samping akan mudah dikenali dari ciri fisik,
berupa pembengkakan kepala kembali. Selain pembengkakan, gejala penyumbatan shunt
lainnya adalah mual, sakit kepala, mengantuk, bingung, dan yang terburuk adalah
koma. Sama seperti infeksi, penyumbatan shunt biasanya ditangani
dengan operasi untuk shunt yang rusak.
·
Pengubahan posisi Kadang-kadang
shunt yang dipasang tidak berada di posisi yang tepat dan tentu saja
hal ini dapat menimbulkan masalah. Pada anak-anak, terutama bayi, pemosisian shunt
yang salah dapat membuat cairan serebrospinal merembes ke bagian sisi
selang tersebut. Apabila mereka memiliki luka di kulit, cairan itu akan keluar
melalui luka tersebut. Pemosisian shunt di dalam kepala harus
dilakukan secara hati-hati. Jika tidak, dapat menimbulkan efek samping, seperti
pendarahan, gangguan saraf, atau kejang.
Selain pada operasi pemasangan shunt, efek samping juga
bisa terjadi pasca operasi endoscopic third ventriculostomy (ETV).
Beberapa efek samping di antaranya:
·
Masalah saraf yang meliputi
penurunan fungsi salah satu sisi tubuh, ketidakseimbangan hormon, penglihatan
ganda, atau bahkan epilepsi.
·
Pendarahan di dalam otak.
·
Kerusakan pembuluh otak.
·
Infeksi.
·
Kegagalan otak untuk
menyerap cairan serebrospinal.
·
Menutupnya kembali lubang
penyerapan cairan serebrospinal.
Pada kasus menutupnya
kembali lubang penyerapan cairan serebrospinal yang pernah dibuat, dokter dapat
menanganinya dengan melakukan operasi ETV ulang. Namun jika operasi ETV tetap
tidak berhasil mengobati hidrosefalus, kemungkinan dokter akan beralih ke
operasi pemasangan shunt.
BAB IV
KESIMPULAN
Dari
hasil laporan diatas dapat disimpulkan bahwa anak Tuna Daksa adalah anak yang
mengalami kelainan pada sistem otot, tulang dan persendian yang mengakibatkan
gangguan koordinasi, komunikasi, adaptasi, mobilisasi dan gangguan
perkembangan, sehingga membutuhkan pelayanan dan perhatian khusus. Salah
seorang anak tuna daksa yang mengalami kelainan pada sistem cerebral (cerebral system) “Hidrosefalus” di Desa
Setren Kecamatan Bendo. Kevin berusia 14 tahun, mengalami hidrosefalus yang
menyebabkan kepalanya membesar lebih dari ukuran normal. Hidrosefalus merupakan sindroma klinis yang dicirikan dengan dilatasi yang
progresif pada system ventrikuler cerebral dan kompresi gabungan dari jaringan
– jaringan serebral selama produksi CSF berlangsung yang meningkatkan kecepatan
absorbsi oleh vili arachnoid. Akibat berlebihannya cairan serebrospinalis dan
meningkatnya tekanan intrakranial menyebabkan terjadinya peleburan ruang –
ruang tempat mengalirnya liquor (Mualim, 2010)
Pada
observsai yang kami lakukan, kami mengamati keadaan Kevin yang hanya bisa
terbaring di tempat tidur. Kedua kaki dan tangan Kevin yang sulit diluruskan
menyebabkan Kevin kesulitan beraktivitas. Untuk
meminimalisir adanya kemungkinan hidrosefalus, segera periksakan bayi, anak,
atau diri Anda sendiri ke dokter jika melihat atau merasakan gejala-gejala
hidrosefalus. Terutama pada bayi yang menderita hidrosefalus bawaan, jika tidak
ditangani dengan tepat, dalam jangka panjang kondisi ini dapat mengakibatkan
komplikasi seperti: gangguan koordinasi, gangguan
belajar, epilepsy, Gangguan penglihatan, Penurunan daya
ingat, Kesulitan belajar, Gangguan bicara, Sulit berkonsentrasi dan perhatian
mudah teralih.
LAMPIRAN 1
BUKTI FISIK OBSERVASI
GAMBAR 1.1 (Kevin dan Ibu Parmi)
GAMBAR 1.2
GAMBAR
1.3 (wawancara)
GAMBAR
1.4
GAMBAR
1.5 (Kondisi Kevin)
GAMBAR
1.6
GAMBAR
1.7
GAMBAR
1.8 (Obat-obatan Kevin)

Fotonya kok ga terlihat yaa
BalasHapus